Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu UU TPKS

Kompas.com - 13/04/2022, 07:01 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang pada rapat paripurna DPR, Selasa (12/4/2022).

UU TPKS yang semula bernama RUU PKS adalah undang-undang yang diharapkan menjadi payung hukum atau perlindungan bagi para korban kekerasan seksual.

Adapun yang mengusulkan adalah Komnas Perempuan. Dilansir dari Kompas.com, 24 Juni 2021, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan sejak 2012.

Komnas Perempuan terus mendesak RUU PKS segera disahkan agar menjadi perlindungan bagi para korban kekerasan seksual.

Akan tetapi, sejak digagas Komnas Perempuan pada tahun 2012, pembahasan RUU PKS tak kunjung selesai, bahkan berulang kali ditunda.

Baca juga: Liku Perjalanan RUU TPKS hingga Disahkan Jadi Undang-undang

Perjalanan UU TPKS

Dikutip dari laman Komnas Perempuan, penyusunan draf RUU PKS dilakukan sejak tahun 2014 serta disusun melalui berbagai rangkaian diskusi, dialog dan penyelarasan dengan berbagai fakta dan teori.

Komnas Perempuan mengamati kasus kekerasan seksual yang terdokumentasi dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2001-2010. Hasilnya terdapat 15 jenis kekerasan seksual.

Hal tersebut menjadi landasan dalam kajian tentang ketersediaan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dapat memberikan perlindungan bagi korban dari setiap jenis kekerasan seksual.

Sejak 2014, RUU Penghapusan Kekerasan seksual diusulkan dalam Prolegnas melalui berbagai dialog baik dengan Pemerintah, DPR RI, maupun DPD RI. Penyusunan draf RUU PKS sejak itu dilakukan.

Namun, baru pada 2016, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam daftar Penambahan Prolegnas 2015-2019, sebagai hasil rapat bersama antara DPR RI, DPD RI dan Pemerintah pada bulan Januari 2016.

Munculnya berbagai kasus kekerasan seksual yang beruntun, seperti teror terhadap perempuan dan anak sehingga sebagai puncaknya, kasus YY di Bengkulu telah membuka pintu dan meyakinkan lembaga legislatif dan eksekutif untuk segera membahas RUU Penghapusan kekerasan Seksual.

RUU PKS masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas 2021. RUU ini berasal dari usulan anggota DPR dan Badan Legislasi (Baleg) DPR.

 Baca juga: Poin Penting RUU TPKS dan Bedanya dengan RUU PKS

Maju mundur pembahasan UU TPKS

Dikutip dari laman DPR, 30 Agustus 2021, RUU tentang PKS merupakan usul inisiatif Baleg yang sudah disetujui masuk dalam Prolegnas Tahun 2021 pada 14 Januari 2021.

Pada 30 Agustus 2021, agenda rapat pleno salah satunya adalah mendengarkan pemaparan tim ahli atas penyusunan draf awal RUU PKS yang terdiri atas 11 bagian atau bab dan 40 pasal.

Di dalam rapat pleno tersebut, RUU PKS ganti nama menjadi RUU TPKS.

Tim Ahli Baleg beralasan menggunakan frasa 'Tindak Pidana', karena mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan Tindakan Pidana Khusus.

Selain itu, perubahan itu juga diharapkan memudahkan penegak hukum melakukan tugasnya menentukan unsur pidana ke pelaku kekerasan seksual dan menentukan ancaman hukuman yang memberatkan pelaku.

RUU ini juga sempat dihapus 85 pasalnya. Dilansir dari Kompas.com, 3 September 2021, terdapat perubahan pada 85 pasal yang dipangkas dan perubahan pada draf RUU PKS yang dikeluarkan oleh Badan Legisatif DPR RI.

Setelah didaftarkan pada 17 Desember 2019 dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024, muncul draf baru RUU PKS yang disusun oleh Badan Legislatif DPR RI (BALEG).

Setelah perjalanan panjang, RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS pada Selasa, (12/4/2022).

UU TPKS memuat 8 Bab dan 93 pasal yang mengatur pencegahan, penanganan, dan pemidanaan dalam kasus kekerasan seksual dengan perspektif korban.

Baca juga: UU TPKS: Memaksa Penggunaan Kontrasepsi dan Sterilisasi Bisa Dipenjara 9 Tahun

9 tindak pidana kekerasan seksual

Dilansir Kompas.com, Selasa (12/4/2022), terdapat 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal (4) Ayat (1) UU tersebut.

Sembilan tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan UU TPKS, yakni:

  1. Pelecehan seksual nonfisik
  2. Pelecehan seksual fisik
  3. Pemaksaan kotrasepsi
  4. Pemaksaan sterilisasi.
  5. Pemaksaan perkawinan
  6. Penyiksaan seksual
  7. Eksploitasi seksual
  8. Perbudakan seksual
  9. Kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain kesembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang disebut dalam Ayat (1), terdapat 10 jenis kekerasan seksual lain yang tercantum dalam Pasal (4) Ayat 2, yakni:

  1. Perkosaan
  2. Perbuatan cabul
  3. Persetubuhan terhadap anak
  4. Perbuatan cabul terhadap anak
  5. Eksploitasi seksual terhadap anak
  6. Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.
  7. Pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual
  8. Pemaksaan pelacuran
  9. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk ekspolitasi seksual
  10. Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.

Ada pula tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(Sumber: Kompas.com/Mutia Fauzia, Deti Mega Purnamasari, Firdhayanti | Editor: Icha Rastika, Diamanty Meiliana, Tentry Yudvi Dian Utami)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com