KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa (12/4/2022).
Penantian ini sudah ditunggu selama 6 tahun oleh masyarakat.
Harapannya dengan disahkannya UU TPKS ini bisa memberikan payung perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Baca juga: RUU TPKS Disahkan Jadi Undang-undang, Tepuk Tangan Membahana di DPR
Ketua Panitia Kerja RUU TPKS Willy Aditya menyampaikan, UU TPKS mengatur victim trust atau dana bantuan korban, yakni kompensasi yang diberikan negara kepada korban kekerasan seksual jika pelaku kekerasan seksual tidak bisa membayar restitusi.
Selain itu, ia menilai UU TPKS adalah undang-undang yang berpihak dan berperspektif pada korban.
Berikut 10 poin penting yang diatur dalam UU TPKS.
Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindakan non fisik berupa isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait dengan keinginan seksual, dipidana karena pelecehan seksual non fisik.
Hukuman yang diberikan kepada pelaku yakni pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta.
Pada Pasal 4 ayat 1 UU TPKS, disebutkan ada sembilan tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan UU TPKS yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kotrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi.
Selain itu juga pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.
Untuk kekerasan seksual berbasik elektronik ini termasuk revenge porn atau penyebaran konten pornografi dengan modus balas dendam kepada korban.
Dengan adanya UU TPKS ini, korban revenge porn dilindungi oleh hukum.