Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Hilang Empati Anak Muda, Lansia Tewas Dikeroyok

Kompas.com - 05/03/2022, 07:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Naomi Soetikno, M.Pd dan Andiyani Yanuar, S.Psi

BELUM lama ini, masyarakat dihebohkan dengan kasus lansia berinisial HM berusia 89 tahun yang tewas dikeroyok oleh sekelompok orang di wilayah Pulogadung, Jakarta Timur.

HM dituduh melakukan pencurian mobil. Saat itu korban diketahui mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga dikejar oleh sekelompok orang.

Pengeroyokan ini mengakibatkan HM tewas di lokasi kejadian.

Tidak perlu waktu lama untuk polisi menangkap para pelaku. Enam orang pelaku ditangkap, yang mayoritas masih berusia dewasa muda dan remaja akhir.

Mereka, yakni TJ usia 21 tahun; JI usia 23 tahun; RYN usia 23 tahun; M usia 18 tahun; MJ usia 18 tahun; dan F usia 19 tahun.

Bentuk kekerasan yang dilakukan kepada HM merupakan manifestasi dari minimnya budaya empati.

Dari hasil uji meta-analisis diketahui bahwa empati yang rendah berhubungan dengan tingginya agresi (Zych et al., 2019).

Apakah itu empati?

Empati merupakan kondisi mental di mana individu mampu untuk merasakan pikiran, perasaan, atau keadaan yang sama dengan orang lain.

Empati berperan penting dalam meningkatkan kepedulian individu terhadap hak, perasaan, serta kesejahteraan orang lain.

Jika menggerakkan masyarakat yang lebih berempati, sangat penting bagi masing-masing individu untuk meningkatkan kapasitas alaminya, sehingga dapat memperkuat ikatan antarindividu, komunitas, nasional, hingga internasional.

Memahami bagaimana empati berkembang pada diri manusia dapat ditinjau dari adanya empati reflektif yang merupakan potensi bawaan sejak lahir untuk dapat menanggapi rasa sakit dari orang lain.

Bagian dari otak manusia atau cerebral cortex yang khususnya dinamakan anterior insular cortex, bertanggung jawab atas perkembangan empati pada diri manusia (Tuarez, 2021).

Empati reflektif yang sangat terkait dengan area di otak manusia ini memberikan pengalaman adanya rasa sakit secara emosional.

Dengan adanya gambaran akan rasa sakit dari orang lain atau suara kesusahan yang mendapat tanggapan emosional pada diri seseorang, menggambarkan adanya empati.

Selain itu, empati juga dapat dilihat sebagai empati yang melibatkan kognitif atau pemikiran.

Kemampuan untuk mengambil perspektif orang lain dan secara akurat membayangkan pengalaman orang itu, menggambarkan adanya empati.

Bentuk empati ini berkaitan dengan sikap suka menolong, kebaikan, dan perilaku pro-sosial lainnya.

Selain faktor dari perkembangan otak manusia yang menghasilkan adanya empati, secara sosial, empati juga dapat dikembangkan melalui proses dalam kehidupan manusia.

Pola asuh dari orangtua yang menjadi contoh perilaku pro-sosial akan ditiru oleh anak.

Kondisi di lingkungan sosial yang menciptakan penilaian dan perasaan aman dan menyenangkan juga dapat berkontribusi berkembangnya empati pada diri manusia.

Pengkondisian dengan pemberian apresiasi atas perbuatan baik atau sikap pro-sosial kepada sesama, akan menghasilkan kebiasaan pada diri manusia untuk mengulangi dan menjadi kebiasaan di waktu berikutnya.

Empati juga berkembang dengan adanya kesamaan keadaan yang dirasakan oleh seseorang dengan keadaan orang lain.

Memahami bahwa empati dapat dikembangkan dan dapat menjadi budaya untuk menciptakan sikap pro-sosial, tentunya kondisi ini bertolak belakang dengan kejadian sekelompok pemuda yang menewaskan lansia.

Minimnya empati yang dimiliki oleh sekolompok pemuda tersebut sampai merenggut nyawa seorang kakek berusia 89 tahun yang tentunya kondisi kebugaran dan kekuatannya jauh berbeda.

Pengeroyokan adalah agresi

Perilaku pengeroyokan merupakan salah satu bentuk dari perilaku agresi. Dalam Soetikno, dkk (2018) dijelaskan bahwa agresi adalah perilaku kekerasan dengan niat untuk menyakiti orang lain atau lingkungan.

Kecenderungan kasus perilaku agresi semakin meningkat dan sebagian besar pelakunya adalah remaja.

Para pelaku pengeroyokan dalam kasus yang menewaskan lansia tersebut dapat dikategorikan masih berusia remaja akhir dan dewasa awal.

Dalam hal pengelolaan emosi dan dorongan serta empati dan nilai-nilai moral pada usia remaja masih tergolong rendah dan belum berkembang.

Agresi diwujudkan dalam berbagai bentuk. Dilihat dari bentuknya, ada agresi yang berbentuk verbal atau diekspresikan dalam bentuk perkataan.

Lalu agresi non-verbal yang salah satunya adalah agresi fisik seperti yang diwujudkan dalam bentuk pengeroyokan kepada lansia hingga tewas.

Empati yang tidak berkembang

Kurang berkembangnya empati dapat disebabkan oleh sikap dan pola pengasuhan orangtua.

Berbagai bentuk pola pengasuhan orangtua seperti pengasuhan yang tidak konsisten, penolakan orangtua terhadap anak, pengabaian dari orangtua, pola asuh otoriter, atau juga termasuk pola pengasuhan permisif; memiliki peran penting dalam memengaruhi proses perkembangan moral anak.

Selain itu, paparan kekerasan berulang yang diterima dari media entertainment (televisi, film, internet, dan video games) juga berperan dalam mentoleransi perilaku kekerasan terdapat dalam lingkungan.

Beberapa faktor ini dapat menyebabkan keengganan/ketidakmampuan individu untuk memahami atau memposisikan diri sebagai orang lain.

Kondisi ini dapat membentuk masyarakat rendah empatinya, masyarakat yang acuh terhadap lingkungan, mudah tersulut emosi, dan berakibat pada perilaku main hakim sendiri sampai merenggut nyawa manusia.

*Dr. Naomi Soetikno, M.Pd., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara)
*Andiyani Yanuar, S.Psi. (Mahasiswa Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com