Pada tahun 1880-an, orang-orang Yahudi Eropa mulai berimigrasi ke Palestina utara.
Ketika Turki Utsmani terus membuka ke barat, pejabat dan pedagang Eropa mulai menetap, membawa perkembangan lebih lanjut.
Seiring dengan membaiknya infrastruktur ekonomi, kota semakin penting secara administratif, dikutip dari Institute for Historical Justice and Reconciliation (IHJR).
Pada gilirannya, ini menyebabkan intensifikasi imigrasi dari luar negeri dan emigrasi dari banyak warga Palestina. Karena itu, Haifa kerap dijuluki sebagai Umm al-Gharib yang berarti 'Ibu Orang Asing'.
Baca juga: Mengenal Ramallah, Kota Pusat Pemerintahan Palestina
Perkembangan lebih lanjut terjadi pada 1905 ketika pembangunan rel kereta api Hijaz selesai dan Haifa menjadi terminal rel utama.
Pada awal abad ke-20, Haifa adalah kota terkemuka Palestina.
Karena status dan perkembangannya yang maju, para imigran Yahudi menetap di kota tersebut dengan membawa industri mereka, sehingga mengubah basis ekonomi kota.
Pada 1908, Turki Utsmani mengizinkan penerbitan surat kabar yang menjadikan Haifa sebagai pusat jurnalisme utama. Seiring bertambahnya populasi, lingkungan baru dibangun untuk mengakomodasi permintaan.
Periode Mandat Inggris pada 1918-1948, berdampak signifikan terhadap Haifa.
Inisiatif mandat termasuk membangun pelabuhan modern, bandara, dan bengkel kereta api, di samping jaringan pipa dan kilang minyak Irak.
Baca juga: Sejarah Yerusalem (Al-Quds), Kota Suci Tiga Agama