Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Haifa, Kota Paling Maju di Palestina yang Kini Dikuasai Israel

Kompas.com - 20/02/2022, 19:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.comHaifa adalah kota di negara Israel. Kota ini memiliki penduduk sebesar kurang lebih 300.000.

Haifa adalah sebuah kota pelabuhan dan terletak di bawah bukit Karmel dan di pesisir pantai Laut Tengah. Di kota ini terletak tempat ibadah utama pemeluk agama Bahai. 

Terletak di pesisir Laut Meditarenia, Haifa merupakan salah satu kota Kamaan Kuno yang dibangun di lereng Gunung Karmel.

Baca juga: Pelabuhan Haifa, Israel Target Serangan Balasan atas Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran

Letaknya yang strategis menjadikannya sebagai pelatuhan laut pertama di Palestina dan gerbang ke Irak, Suriah, dan Yordania dari Laut Mediterania.

Karena itu, Haifa sepanjang sejarahnya tak lepas dari kepentingan komersial dan militar, sehingga kerap menjadi sasaran penjajahan.

Sejarah kota Haifa

Haifa pertama kali disebutkan dalam Talmud sekitar abad 1-4 Masehi. Talmud adalah catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah.

Pada masa Dinasti Umayyah, Haifah ditaklukkan oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Amr bin Ash pada 663, dikutip dari Aljazeera.

Sempat direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1100, kota ini kemudian diambil oleh Napoleon pada 1799.

Di era Turki Utsmani, Haifa dijadikan sebagai pusat distrik, dengan pelabuhan utama dan pusat perdagangan luar negeri.

Baca juga: Sejarah Jalur Gaza, Kota Strategis yang Diperebutkan

Pada 1868 Templar Jerman mulai berimigrasi ke daerah kota yang kemudian dikenal sebagai Koloni Jerman.

Jerman berkontribusi pada pengembangan Haifa melalui sarana dan metode pertanian modern yang mereka bawa. Namun, mereka pada saat uang sama juga mewakili mata rantai pertama ambisi kolonialisme.

 

Migrasi ke Haifa

Pada tahun 1880-an, orang-orang Yahudi Eropa mulai berimigrasi ke Palestina utara.

Ketika Turki Utsmani terus membuka ke barat, pejabat dan pedagang Eropa mulai menetap, membawa perkembangan lebih lanjut.

Seiring dengan membaiknya infrastruktur ekonomi, kota semakin penting secara administratif, dikutip dari Institute for Historical Justice and Reconciliation (IHJR).

Pada gilirannya, ini menyebabkan intensifikasi imigrasi dari luar negeri dan emigrasi dari banyak warga Palestina. Karena itu, Haifa kerap dijuluki sebagai Umm al-Gharib yang berarti 'Ibu Orang Asing'.

Baca juga: Mengenal Ramallah, Kota Pusat Pemerintahan Palestina

Era modern Haifa

Perkembangan lebih lanjut terjadi pada 1905 ketika pembangunan rel kereta api Hijaz selesai dan Haifa menjadi terminal rel utama.

Pada awal abad ke-20, Haifa adalah kota terkemuka Palestina.

Karena status dan perkembangannya yang maju, para imigran Yahudi menetap di kota tersebut dengan membawa industri mereka, sehingga mengubah basis ekonomi kota.

Pada 1908, Turki Utsmani mengizinkan penerbitan surat kabar yang menjadikan Haifa sebagai pusat jurnalisme utama. Seiring bertambahnya populasi, lingkungan baru dibangun untuk mengakomodasi permintaan.

Periode Mandat Inggris pada 1918-1948, berdampak signifikan terhadap Haifa.

Inisiatif mandat termasuk membangun pelabuhan modern, bandara, dan bengkel kereta api, di samping jaringan pipa dan kilang minyak Irak.

Baca juga: Sejarah Yerusalem (Al-Quds), Kota Suci Tiga Agama

 

Agama warga kota Haifa

Penduduk Kota Haifa beragam secara agama dan etnis, terdiri dari orang-orang Kristen, Muslim, Yahudi, warga Suriah, Lebanon, Yordania, Sudan, Mesir, dan Eropa.

Pada 1918, total populasi kota adalah 22.000, dengan seperdelapan di antaranya merupakan orang Yahudi.

Populisi warga Yahudi terus tumbuh pesat hingga menjadi setengah dari 140.000 populasi Haifa.

Ini mengubah komposisi budaya kota dengan orang-orang Arab tidak lagi menjadi mayoritas. Pada 1936, terjadi kemerosotan dalam industri bangunan yang berdampak pada pengangguran Arab dan Yahudi.

Baca juga: Truth Social, Aplikasi Buatan Donald Trump Mulai Diuji Coba

Pada 1948, orang-orang Palestina diusir dari tempat tinggal mereka di Haifa atau dikenal dengan peristiwa Nakbah. Warga juga tidak lagi diizinkan untuk kembali ke kota itu.

Bagi orang Palestina, jatuhnya Haifa Arab melambangkan akhir dari kehidupan urban Palestina.

Sebanyak 74.000 orang Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka dan hanya menyisakan 2.000-3.000 warga yang dipindahkan ke area tertentu di kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com