KOMPAS.com - Tindakan yang dilakukan sejumlah anggota kepolisian membuat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kerap menjadi sorotan publik.
Beberapa waktu belakangan ini, sejumlah peristiwa yang melibatkan oknum anggota kepolisian menjadi perbincangan.
Peristiwa itu di antaranya kematian seorang mahasiswi di Malang. Mahasiswi itu melakukan bunuh diri setelah dipaksa pacarnya yang merupakan seorang polisi untuk menggugurkan kandungannya.
Permintaan untuk menggugurkan kandungan itu telah dilakukan dua kali oleh pacarnya itu.
Beberapa hari lalu, viral unggahan seorang warga di Jakarta yang melaporkan tindakan perampokan yang dialaminya. Saat melaporkan ke polisi, dia justru diceramahi dan diminta pulang ke rumah.
Terbaru, beredar video viral mobil polisi yang tak melakukan tindakan apa pun ketika melintasi lokasi tabrak lari. Di tempat kejadian perkara, ada korban yang tengah tergeletak.
Apa yang harus dilakukan Polri untuk membenahi institusinya dan tak hanya menganggap sebagai tindakan oknum?
Baca juga: Tagar #PercumaLaporPolisi dan Pesan Jokowi agar Polisi Lindungi Warga
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai, Polri perlu menggelorakan kembali semangat reformasi kultural.
Reformasi kultural Polri adalah reformasi yang mengubah mindset dan culture set pimpinan dan seluruh anggota Polri.
"Oleh karena itu perubahannya menyeluruh. Mulai dari seleksi, rekrutmen, pendidikan, hingga penugasan harus berubah dan menyesuaikan reformasi," kata Poengky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/12/2021).
Ia menjelaskan, pada masa reformasi, masyarakat berharap agar polisi mejadi polisi sipil yang humanis dan menghormati hak asasi manusia (HAM).
Menurut Poengky, hal itu terjadi karena pada era 1961-1999, Polri bersama ABRI di bawah Menhankam atau Pangab. Hal ini, kata Poengky, menjadikan watak polisi menjadi militeristik karena direkrut dan dididik dengan cara militer, serta menggunakan kekerasan berlebihan.
Baca juga: Viral, Cerita Korban Perampokan di Jaktim Dimarahi Polisi Saat Melapor
"Pimpinan dan seluruh anggota Polri tidak boleh lagi berwatak militeristik, menggunakan kekerasan berlebihan, arogan, pungli serta gaya hidup hedonis," jelas dia.
"Semua harus berubah menjadi humanis, profesional, serta menjunjung tinggi HAM," kata Poengky.
Poengky mengatakan, perubahan mindset dan culture set memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Upaya keras harus dilakukan dan dibutuhkan pemimpin yang bersih untuk memberi teladan baik kepada para anggotanya.
Ia menyebutkan, Polri sudah memiliki Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Pelaksanaan Tugas Polri.
Perkap tersebut harus diajarkan dan dipraktikkan dengan baik sehingga bisa menjadi prinsip saat melaksanakan tugasnya.
"Pimpinan harus memberikan teladan, membimbing, membina dan mengawasi anggota. Jika ada yang berprestasi harus diberi reward dan jika bersalah perlu dikenai sanksi. Jangan sampai pimpinan abai," ujar Poengky.
Baca juga: Polisi Buka Hotline Pelaporan Polantas Nakal, Catat Nomor Ini!
Poengky menyebutkan, Polri juga perlu memanfaatkan teknologi modern untuk pengawasan.
Misalnya, penggunaan body camera dan dashboard camera bagi anggota yang bertugas di lapangan untuk mencegah mereka melakukan pelanggaran.
"Di ruang-ruang penyidikan perlu dipasangi CCTV dan video camera. Di ruang-ruang tahanan perlu dipasangi CCTV dan patroli rutin 1 jam sekali," kata dia.
Namun, lanjut Poengky, pendekatan kepada masyarakat melalui Binmas dan pengutamaan tindakan preventif sangat penting.
Soal sebutan "oknum" anggota polisi yang melanggar aturan, Poengky menilai, hal itu dilakukan untuk membedakan bahwa hal itu perlakuan individu, bukan kebijakan institusi.
"Hal tersebut justru untuk menunjukkan kesalahan anggota yang melanggar aturan institusi, serta untuk membedakan pula dengan anggota-anggota lainnya yang tidak melakukan kesalahan." ujar Poengky.
Dengan sebutan itu, publik tidak menggeneralisir kesalahan individu menjadi kesalahan institusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.