Tonang mengatakan, penyebaran varian Omicron di berbagai negara dan dugaan bahwa varian ini sudah masuk Indonesia harus disikapi sebagai kewaspadaan.
Pemerintah dan masyarakat menurut dia harus tetap mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
Kalaupun benar Omicron sudah ada di Indonesia, atau ternyata belum ada, pihaknya mengatakan harus tetap dicegah penyebarannya.
Kewaspadaan mesti terus dijaga walaupun sebagian besar kasus Omicron menimbulkan gejala ringan, bahkan sampai saat ini belum ada laporan kematian.
Tonang mengatakan, Indonesia harus belajar dari penyebaran varian Delta di Inggris Raya dan Singapura, yang memiliki proporsi kematian rendah meski kasusnya tinggi.
"Tapi risiko jumlah kematian akan membesar bila jumlah kasusnya melonjak tinggi, melampaui kemampuan sistem pelayanan kesehatan, seperti terjadi di bulan Juli kemarin. Maka kita tetap harus cegah, jangan sampai penyebarannya tidak terkendali," ungkap Tonang.
Terpisah, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman juga meyakini infeksi Omicron saat ini sudah ada di Indonesia.
Apalagi menurut Dicky di Asean ini sudah terdeteksi di Malaysia, Singapura, Thailand yang sangat bertetangga dengan Indonesia.
"Bahkan (negara dengan) kapasitas surveillance-nya lebih kuat dari Indonesia pun sudah mendeteksi," ujar Dicky kepada Kompas.com, Selasa (7/12/2021).
"Jadi besar kemungkinan, analisis saya, hipotesis saya, ketika Indonesia menemukan (kasus infeksi Omicron) itu sudah di komunitas," lanjutnya.
Lebih lanjut, Dicky juga menyoroti masa karantina orang dari luar negeri di Indonesia yang sangat singkat.
Sebelum kebijakan terbaru diterapkan, lama masa karantina sempat hanya 3 hari saja.
"Jadi dengan masa karantina yang pendek, kemudian surveillance genomic yang rata-rata 0,2 persen sebelumnya, itu menempatkan kita dalam situasi yang sangat rawan," sebut dia.
Baca juga: Penjelasan Ahli soal Dugaan Omicron yang Sudah Masuk Indonesia