Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Beli 1 Juta Pil Molnupiravir, Bagaimana Efektivitasnya?

Kompas.com - 17/11/2021, 14:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengantisipasi kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 akhir tahun nanti, pemerintah akan membeli 600.000 hingga 1 juta pil molnupiravir.

Seperti diketahui, pil molnupiravir buatan perusahaan farmasi Merck diklaim sebagai obat yang ampuh mengobati Covid-19.

Diberitakan Kompas.com, 8 November 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan Merck saat melakukan kunjungan ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

"Rencananya kita akan beli dulu sementara 600.000 sampai 1 juta tablet bulan Desember," kata Budi dalam rapat kerja Komisi IX DPR.

Budi menjelaskan, pembelian tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi apabila di akhir tahun nanti terjadi lonjakan kasus Covid-19.

Bagaimana tanggapan dari epidemiolog?

Baca juga: Mengenal Molnupiravir, Obat yang Dipesan RI untuk Tangani Covid-19

Molnupiravir perlu diimbangi deteksi dini

Epidemiolog dari Griffith University Ausralia, Dicky Budiman mengatakan, keampuhan pil molnupiravir sangat bergantung pada kemampuan deteksi dini infeksi Covid-19.

"Deteksi dini yang harus cepat. Karena efektivitasnya bergantung pada kecepatan dari aparat kesehatan dalam menemukan kasus-kasus infeksi secara dini, awal," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (15/11/2021).

Dicky mengatakan, deteksi dini yang cepat sangat diperlukan, karena pil molnupiravir belum memiliki dampak signifikan dalam mengobati pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.

"Inilah yang artinya jadi tantangan. Bahwa kemampuan mendeteksi kasus infeksi secara dini menjadi penting," kata Dicky.

Pencegahan tetap yang utama

Dicky mengatakan, pil molnupiravir dan obat sejenis yang dibuat oleh Pfizer akan berperan membantu strategi penanganan pandemi Covid-19 di hilir.

Menurut Dicky, dalam strategi pengendalian pandemi Covid-19, tidak tepat jika menempatkan obat sebagai opsi pertama atau strategi terdepan.

"Strategi di hilir, karena itu kuratif. Dalam pendekatan penyakit apapun, ketika dua opsi sudah ada, dalam hal ini vaksin dan obat, itu enggak akan ditempatkan opsi pertama itu obat. Itu salah kaprah dan tidak tepat," kata Dicky.

"Karena apa? Kalau obat itu orang harus terinfeksi dulu. Sehingga yang pertama dipilih adalah vaksin di depan, di situ juga ada 3T dan 5M, sebagai pencegahan," imbuh dia.

Baca juga: Inggris Setujui Molnupiravir sebagai Obat Covid-19, Ini Cara Kerjanya

Cara kerja molnupiravir

Diberitakan Kompas.com, Senin (15/11/2021), Molnupiravir bekerja dengan mengganggu reproduksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Begitu virus masuk ke dalam sel-sel tubuh, ia mereplikasi genomnya, yang tidak terbuat dari DNA tetapi RNA (asam ribonukleat).

Genom yang direplikasi ini kemudian dibentuk menjadi partikel virus lengkap yang keluar dari sel dan terus menyebar ke seluruh tubuh.

Namun, molekul molnupiravir diserap oleh sel yang terinfeksi virus, di mana mereka diubah menjadi versi cacat dari blok bangunan RNA.

Jadi, ketika virus mencoba untuk bereplikasi, partikel virus yang dihasilkan memiliki materi genetik yang rusak dan tidak dapat lagi bereproduksi.

Ini berarti viral load tetap rendah, sehingga mengurangi risiko penyakit serius.

Obat ini telah terbukti dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19, yakni pada orang dengan Covid-19 ringan hingga sedang yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah.

Hasil uji klinis pil molnupiravir menunjukkan bahwa obat ini paling efektif apabila diminum saat tahap awal infeksi.

Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) yang telah menyetujui penggunaan molnupiravir di Inggris, menyarankan, agar obat ini digunakan dalam waktu lima hari sejak timbul gejala Covid-19.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Molnupiravir dan Paxlovid, Obat Covid-19 yang Diklaim Ampuh

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com