Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Menilik Peran Pemuda dalam Arah Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia

Kompas.com - 28/10/2021, 14:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASA depan, harapan, dan perubahan adalah beberapa dari banyak kata kunci yang selalu dikaitkan dengan generasi muda.

Kehadiran mereka pun selalu dimaknai sebagai penyambung suara dan hati nurani rakyat untuk mendapatkan keadilan.

Beberapa catatan penting dalam sejarah perjalanan politik bangsa Indonesia telah menuliskan peran penting dan keterlibatan mereka dalam mengubah arah sejarah, mulai dari masa kolonial, proklamasi kemerdekaan, masa revolusi, hingga gerakan reformasi untuk menggulingkan rezim otoriter Orde Baru pada tahun 1998.

Pemuda sebagai agen perubahan 

Sejak tahun 1900-an, kelompok muda nusantara telah tampil sebagai pelopor dalam memperjuangkan perubahan dan keluar dari belenggu penjajahan Belanda.

Hasrat untuk merdeka mulanya terinspirasi dari berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di negara lain, seperti kemenangan Jepang melawan Rusia (1904-1905) (Astuti et al) dan keberhasilan gerakan kelompok muda Turki dalam melawan kekuasaan absolut pada 1908.

Dua peristiwa ini membangkitkan semangat nasionalisme di Asia, termasuk Indonesia, yang akhirnya menginspirasi sejumlah kelompok muda nusantara dari sekolah kedokteran Stovia untuk membentuk organisasi modern bernama Boedi Oetomo pada tanggal 2 Mei 1908.

Saat itu, kesadaran untuk berorganisasi yang ditularkan oleh Boedi Oetomo menyebar dengan cepat hingga kemudian membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan pelajar dan mahasiswa Hindia di negeri Belanda yang tergabung dalam organisasi Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia dan mulai memikirkan masa depan Indonesia.

Terinspirasi dari Boedi Oetomo, pada 1921 Muhammad Hatta kemudian membentuk organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) dan kian lantang menyuarakan pentingnya semangat kebangsaan dan kemerdekaan melalui berbagai tulisan di surat kabar.

Dari sini kemudian muncul berbagai organisasi kelompok muda serupa yang membawa semangat etnonasionalisme dan kedaerahan masing-masing dan terdorong oleh visi dan semangat kebangsaan yang sama seperti Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Celebes dan masih banyak lagi.

Hingga akhirnya terjadi peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, sebuah kongres yang diselenggarakan di Jakarta oleh para pelajar Sekolah Menengah Atas dan mahasiswa dari seluruh wilayah nusantara (Andi Suwirta, 2015).

Tujuan dari kongres ini adalah membangun tekad, semangat kebangsaan, dan cita-cita untuk lepas dari belenggu penjajahan dan menjadi bangsa yang merdeka.

Dari kongres tersebut lahirlah ikrar Sumpah Pemuda yang berbunyi:

Kami putra dan putri Indonesia:
(1) mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia;
(2) mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan
(3) menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Ikrar ini sekaligus menjadi tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia dan sekaligus merupakan kristalisasi semangat kebangsaan untuk merealisasikan cita-cita berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di masa ini Soekarno menjadi salah satu tokoh muda yang paling lantang dan aktif menyuarakan pentingnya kemerdekaan bagi masyarakat Indonesia. Semangat kemerdekaannya bersama tokoh muda lainnya tidak pernah surut hingga kekuasaan Belanda dan Jepang berakhir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com