Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Update Corona 16 Oktober: Kasus Baru Covid Indonesia Kurang dari 1.000

Kompas.com - 16/10/2021, 08:30 WIB
Mela Arnani,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Update terbaru virus corona di Indonesia dan dunia, Sabtu (16/10/2021). 

Melansir Worldometers pada Sabtu (16/10/2021), berikut perkembangan data virus corona:

  • Total: 240.774.391 kasus
  • Sembuh: 218.014.089 kasus
  • Meninggal: 4.903.649 kasus

Adapun lima negara dengan kasus terbanyak meliputi:

  1. Amerika Serikat (45.722.132 kasus positif)
  2. India (34.052.687 kasus positif)
  3. Brasil (21.627.476 kasus positif)
  4. Inggris (8.361.651 kasus positif)
  5. Rusia (7.925.176 kasus positif)

Baca juga: Studi: Tak Pakai Masker, Virus Masih Bisa Menular dari Jarak 2 Meter

Kasus Covid-19 Indonesia kurang dari 1.000

Indonesia kembali mencatatkan kasus baru kurang dari 1.000 dalam satu hari, dengan terdapat 915 kasus baru positif Covid-19 pada Jumat, 15 Oktober 2021.

Kasus-kasus tersebut terbagi di 33 provinsi, dengan Jakarta melaporkan 124 kasus baru dan 32 provinsi lainnya melaporkan kasus baru di bawah 100.

Berikut data terakhir kondisi pandemi di Indonesia:

  • Total: 4.233.014 kasus
  • Sembuh: 4.070.807 kasus
  • Meninggal: 142.889 kasus

Baca juga: Analisis BMKG mengenai Penyebab Gempa Bali M 4,8 Pagi Ini

 

Malaysia perpendek masa karantina turis asing

Pelancong yang memasuki Malaysia dan sudah mendapatkan vaksinasi penuh akan menjalani masa karantina lebih pendek yaitu selama tujuh hari mulai 18 Oktober mendatang.

Hal tersebut diungkapkan oleh Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob pada Jumat (15/10/2021).

Sebelumnya, semua kedatangan internasional ke Malaysia harus menjalani karantina selama 14 hari.

Jika memungkinkan, karantina bagi wisatawan asing dapat dilakukan di rumah. Tapi karantina juga dapat dilakukan di tempat karantina yang tersedia.

Baca juga: Studi: Antibodi Covid-19 dalam ASI Bertahan hingga 10 Bulan dan Bisa Lindungi Bayi

Sementara itu, bagi pelancong yang belum divaksinasi atau vaksinasi dosis pertama, menjalani karantina selama 10 hari di fasilitas karantina.

“Wisatawan yang tidak divaksinasi atau belum divaksinasi lengkap harus menjalani karantina 10 hari di stasiun karantina,” ujar Ismail seperti dikutip dari CNA, Sabtu (16/10/2021).

Masa karantina untuk kontak dekat juga akan dikurangi menjadi tujuh hari di rumah bagi yang sudah divaksinasi lengkap.

Sedangkan bagi yang tidak divaksinasi atau divaksinasi sebagian, harus karantina selama 10 hari.

 

Kanada waspadai lonjakan Covid-19

Sistem perawatan kesehatan Ottawa dai Kanada masih sangat rapuh dari upaya yang diperlukan untuk memerangi Covid-19, bahkan saat tanda-tanda menunjukkan gelombang keempat mulai surut.

Kepala petugas kesehatan masyarakat Theresa Tam menyampaikan, penting bagi petugas kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi dan mencegah rumah sakit menjadi kewalahan.

“Semua orang kelelahan. Dan jika petugas kesehatan harus dikarantina setelah terpapar misalnya, sistemnya tidak akan berkelanjutan. Sistem kesehatan kita masih sangat rapuh,” ujar Tam seperti dilansir dari CNA, Sabtu (16/10/2021).

Data resmi pada 8 Oktober menunjukkan bahwa 81 persen warga Kanada berusia 12 tahun ke atas telah menerima dua suntikan vaksin Covid-19.

Baca juga: Menakar Risiko Gelombang Ketiga Covid-19 di Indonesia

Disebutkan bahwa virus corona masih menimbulkan masalah serius di provinsi barat Alberta dan Saskatchewan, yang mencabut sebagian besar pembatasan pada Juli hanya untuk melihat kasus melonjak.

“Data pengawasan dari minggu ini menunjukkan bahwa meskipun virus terus melonjak dan menghadirkan tantangan yang berkelanjutan di beberapa daerah, secara keseluruhan kami mengamati penurunan aktivitas penyakit Covid-19 secara nasional,” papar Tam.

Warga Kanada didesak mendapatkan suntikan tahunan terhadap flu, yang bisanya memburuk di bulan-bulan musim dingin.

Ontario, yang terpadat dari 10 provinsi, mulai mengizinkan penduduknya mengunduh bukti vaksinasi ke perangkat sebagai kode QR dan aplikasi yang akan memungkinkan bisnis untuk memverifikasinya.

Sementara bisnis restoran dan arena telah diminta untuk meminta bukti vaksinasi dalam bentuk PDF sejak 22 September lalu, namun ini dikritisi karena dianggap mudah diedit.

Baca juga: UPDATE: Mayoritas Wilayah Indonesia Risiko Rendah Covid-19, Nol Zona Merah

 

Studi: Risiko paparan virus di toko kelontong rendah

Sebuah studi terbaru menguji lebih dari 900 sampel dari permukaan yang sering disentuh di toko kelontong Ontario untuk virus corona, tidak menemukan hasil positif, yang menunjukkan bahwa risiko paparan virus di toko kelontong rendah.

Salah satu penulis penelitian dan profesor di Departemen Ilmu Pangan Universitas Guelph Maria Corradini mengatakan, hasil tersebut menambah bukti yang berkembang bahwa penularan virus corona melalui permukaan tidak ada.

Sehingga, praktik yang diambil beberapa orang di masa awal pandemi seperti mengelap belanjaan saat membawanya pulang atau membiarkannya di udara dingin selama berjam-jam tak lagi diperlukan.

“Kami dapat memiliki ketenangan pikiran dan terlibat dengan belanjaan kami,” ujar Corradini seperti dikutip dari CTV News, Sabtu (16/10/2021).

Baca juga: Studi: Lama Waktu Virus Corona Bisa Bertahan Hidup di Permukaan Benda

Untuk penelitian ini, para ahli mengumpulkan 957 sampel dari empat toko bahan makanan berbeda di Ontario pada Oktober-November 2020.

Toko bahan makanan ini terletak di lokasi perkotaan dan pinggiran kota di Ontario selatan, yang berarti semuanya melayani daerah padat penduduk dan berlokasi di zona merah.

Semua toko tersebut mengikuti pedoman Covid-19, seperti jaga jarak, sanitasi, dan penegakan penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi pelanggan dan karyawannya.

Permukaan yang dipilih untuk di-swab semuanya dianggap sebagai area dengan sentuhan tinggi, termasuk pembayaran, konter deli, bagian makanan beku, kereta belanja, dan keranjang.

Pengambilan swab dilakukan dua kali dalam seminggu, dengan dua kali sehari, satu kali sebelum toko dibuka dan sekali segera setelah toko tutup.

Sampel kemudian dibawa ke laboratorium terdekat untuk diuji.

Dalam penelitian yang dilakukan juga dicatat kejadian Covid-19 di masyarakat sekitar untuk melihat adanya korelasi antara jumlah kasus dengan keberadaan virus yang ditemukan di toko-toko.

Baca juga: INFOGRAFIK: Daftar 19 Negara yang Boleh Masuk Indonesia

Seluruhnya, 957 sampel yang dikumpulkan, diuji negatif untuk RNA SARS-CoV-2, terlepas dari lokasi penyimpanan tertentu, hari atau waktu pengambilan sampel, atau jenis luas permukaan.

Selama periode pengujian yang sama, jumlah kasus harian meningkat di masyarakat sekitar. Tapi, ini tidak menghasilkan peningkatan keberadaan virus pada permukaan yang diuji.

Hasil ini menunjukkan, risiko paparan dari permukaan sentuhan tinggi yang terkontaminasi di dalam toko pengecer makanan rendah.

Kendati begitu, studi menyimpulkan bahwa ini bergantung pada pemeliharaan rutinitas sanitasi, jarak sosial dan pemantauan kesehatan karyawan.

Corradini mencatat, penelitian sebelumnya tentang penularan melalui permukaan dilakukan di laboratorium di mana variabel seperti suhu, kelembaban, dan viral load dikendalikan.

Sebaliknya, dalam studi ingin melihat risiko penularan permukaan dalam pengaturan dunia nyata yang akan dihadapi orang dalam kehidupan sehari-hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com