Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NIK Jadi NPWP, Bagaimana Cara "Screening" yang Wajib Bayar Pajak?

Kompas.com - 11/10/2021, 10:50 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah resmi menghilangkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan digantikan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk keperluan era satu data.

Artinya, saat ini NIK resmi dijadikan sebagai nomor NPWP bagi orang pribadi.

Kebijakan ini berlaku setelah disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Kamis (7/10/2021).

Baca juga: NIK Jadi NPWP, Berapa Penghasilan yang Kena Pajak?

Bagaimana cara atau teknis screening terhadap pemilik NIK yang harus bayar pajak dan tidak?

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, screening terhadap orang yang wajib membayar pajak dilakukan berdasarkan aspek tertentu.

"Pemerintah akan melakukan screening kepada pemilik NIK berdasarkan aspek dipenuhi atau tidaknya syarat subjektif dan objektif sebagai Wajb Pajak," ujar Neilmaldrin saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/10/2021).

"Untuk pengenaan pajak, pemilik NIK harus telah memenuhi syarat subjektif (pemilik NIK sudah berumur 18 tahun) dan objektif (pemilik NIK mendapatkan penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak)," lanjut dia.

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pendaftaran ini sesuai wilayah kerja yang meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tersebut untuk mendapatkan NPWP.

Neilmaldrin menekankan, tidak semua warga negara langsung wajib membayar pajak.

Pembayaran pajak wajib jika:

  • Penghasilan setahun di atas batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), atau
  • Peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun bagi pengusaha yang membayar PPh Final 0,5 persen (PP-23/2018).

Oleh karena itu, untuk mereka yang belum memiliki penghasilan ataupun pekerja lepas yang sudah memenuhi syarat subjektif sebagai Wajib Pajak tetapi syarat objektifnya belum terpenuhi, tidak dikenai pajak.

Misalnya, karena penghasilan di bawah PTKP.

"Adapun ketentuan lebih lanjut terkait integrasi NIK sebagai NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi akan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan," ujar Neilmaldrin.

Ia mengatakan, pemberlakuan NIK menjadi NPWP pada dasarnya akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung.

Pemberlakuan itu pun akan mengintegrasikan sistem administrasi perpajakan dan mempermudah Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memperoleh NPWP.

Baca juga: Tak Hanya soal NIK Jadi NPWP, Berikut Poin-poin Aturan dalam UU HPP

Mereka yang dikenai pajak

Dalam UU HPP, penghasilan yang dikenai pajak yakni minimal Rp 60 juta per tahun.

Untuk Wajib Pajak yang memiliki penghasilan Rp 60 juta per tahun akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) dengan besaran 5 persen.

Berikut rincian lengkap lapisan kelompok yang dikenai PPh dan besaran pajaknya.

  • Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenai tarif PPh sebesar 5 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenai tarif PPh sebesar 15 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenai tarif PPh sebesar 25 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 5000 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenai tarif PPh sebesar 30 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun dikenai tarif PPh sebesar 35 persen.

Selain itu, terdapat sejumlah aturan lain terkait Pajak Penghasilan yang disampaikan dalam UU HPP ini, yakni:

  • Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan. -Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta.
  • Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
  • Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22 persen mulai Tahun Pajak 2022.
  • Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.
  • Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.

Baca juga: Ramai soal NIK dan NPWP Digabung, Siapa Saja yang Wajib Bayar Pajak?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com