"Menurut saya akan diberikan izin ya. Karena secara data tidak ada efek samping yang mengkhawatirkan," ujar Dicky.
Baca juga: Kata Satgas Covid-19 soal PeduliLindungi yang Tak Lagi Jadi Syarat Naik Kereta dan Pesawat
Dicky menjelaskan, Molnupiravir adalah obat oral atau obat yang bisa diminum, dan berfungsi menghambat replikasi RNA virus corona di fase awal.
"Efektif sekali kalau diberikan di fase awal. Dia juga merangsang terjadinya error ketika virus sedang dalam proses memperbanyak diri," jelas dia.
Menurut Dicky, kemampuan Molnupiravir mencegah virus memperbanyak diri membuat obat tersebut sangat efektif mencegah perburukan Covid-19.
Baca juga: Menilik Aturan Baru Vaksinasi bagi Penyintas Covid-19 Level Ringan, Sedang, dan Berat
Hal menjanjikan lain dari Molnupiravir adalah potensi obat tersebut berperan bukan hanya untuk terapi tetapi juga untuk profilaksis.
"Profilaksis itu begini: 'Saya kemarin di kantor kontak dengan orang yang positif'. Ya udah minum obat ini. Itu ada potensi yang begitu. Tapi kita tunggu nanti hasil akhirnya," ujar dia.
Kemudian, Dicky juga menyebutkan bahwa Molnupiravir memiliki potensi pencegahan.
"Itu berarti misalkan kalau nanti sudah endemi, seperti malaria. Itu di daerah endemi malaria ada aturan minum pil kina untuk mencegah malaria. Jadi ini yang dijanjikan dari Molnupiravir ini (mencegah Covid-19)," kata Dicky.
Baca juga: Kenapa Penyintas Covid-19 Tetap Perlu Divaksin? Ini Penjelasan WHO
Namun, ia menyebutkan ada catatan kritis yang diberikan terkait kemampuan Molnupiravir dalam mencegah replikasi RNA virus corona itu.
Dicky mengatakan, ada kekhawatiran jika kemampuan tersebut juga bekerja terhadap sel-sel manusia.
"Makanya dalam catatan yang saya ketahui, dia tidak atau belum dianjurkan untuk wanita hamil," kata Dicky.
Baca juga: Masih Dibutuhkan, Ini Cara Cetak dan Simpan Sertifikat Vaksin di PeduliLindungi
Dicky mengatakan, secara umum Molnupiravir memiliki kemampuan yang menjanjikan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Indonesia menjajaki kemungkinan untuk memproduksi obat tersebut secara generik.
Akan tetapi, Dicky menggarisbawahi bahwa kabar baik efektivitas Molnupiravir ini tidak lantas dijadikan tumpuan utama untuk menyelesaikan pandemi.
"Pesan pentingnya: ini menjanjikan, ada berita positif. Tapi harus diketahui adalah sampai saat ini, jangankan obat, vaksin itu tidak bisa menyelesaikan pandemi. Apalagi obat," kata Dicky.
Baca juga: Ramai 2,8 Persen Sekolah Jadi Klaster Penularan Covid-19, Ini Klarifikasi Kemendikbud Ristek