Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

17 Tahun Kasus Munir: Kronologi dan Hasil Investigasi

Kompas.com - 07/09/2021, 10:30 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

Hasil investigasi

Saat pesawat GA-974 mendarat di Belanda, penumpang tak dibolehkan turun, sesuai prosedur otoritas bandara saat ada penumpang meninggal di dalam pesawat.

Setelah menjalani pemeriksaan selama 20 menit, penumpang baru dibolehkan turun.

Jenazah Munir diturunkan dan dalam pengurusan otoritas bandara. Proses otopsi dilakukan untuk mencari tahu penyebab tewasnya penerima berbagai penghargaan terkait HAM di Indonesia itu.

Pada 12 September 2004, jenazah dimakamkan di kota kelahirannya, Batu, Malang.

Mengutip harian Kompas, 13 September 2004, Institut Forensik Belanda (NFI) mengungkapkan hasil otopsi jenazah Munir. Ia meninggal dunia karena diracun dengan arsenikum.

NFI semula menjanjikan hasil otopsi akan dapat diketahui pada dua minggu berikutnya, tetapi ternyata setelah satu bulan baru diberikan hasilnya. Makam Munir pun dibongkar dan keluarga menyetujui otopsi lebih lanjut.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Munir Dibunuh di Udara

Tersangka Pollycarpus Budihari Priyanto

Diberitakan harian Kompas, 19 Maret 2005, setengah tahun setelah kasus tersebut, tim penyidik Mabes Polri baru menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Mabes Polri.

Selanjutnya, aktor lapangan yang dihukum berdasarkan putusan pengadilan adalah pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan, dan Sekretaris Chief Pilot Airbus 330 PT Garuda Indonesia Rohainil Aini.

Kejaksaan juga mendakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono sebagai penganjur dalam pembunuhan Munir. Akan tetapi, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya bebas. Mahkamah Agung menguatkan putusan itu.

Melansir harian Kompas, 26 Desember 2006, terpidana dua tahun penjara Pollycarpus Budihari Priyanto dibebaskan pada 25 Desember 2006.

Ia harusnya baru bebas 19 Maret 2007, tetapi ia mendapat dua kali remisi, remisi Natal selama satu bulan dan remisi umum susulan selama dua bulan.

Istri almarhum Munir, Suciwati dan Usman Hamid dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir kecewa dengan keputusan ini.

Mereka mempertanyakan kebijakan pemberian remisi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu.

Mereka menilai Presiden sangat tidak peka terhadap rasa keadilan masyarakat sekaligus memicu pertanyaan terhadap komitmen pemerintah menangani kasus ini.

Baca juga: Empat Periode, Korupsi di Probolinggo, dan Munir yang Diracun di Udara

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com