Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965. Dia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) dan dikenal sebagai seorang aktivis kampus.
Pada 1998, dia menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UB, Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.
Ia juga aktif di organisasi mahasiswa, Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Selepas kuliah, Munir semakin serius dalam dunia aktivisme dan mulai terlibat dalam beberapa advokasi kasus HAM.
Dia sempat menjabat sebagai Dewan Kontras dan menjadi penasihat hukum korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.
Baca juga: Tak Diungkapnya Kasus Munir Dinilai Pelanggaran Konstitusi dan Pancasila...
Kasus lain yang ditanganinya adalah penghilangan paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 dan 1998, menjadi penasihat hukum korban tragedi Tanjung Priok 1984, dan pembuhuhan aktivis buruh Marsinah pada 1994.
Ia juga menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan Pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992, dan kasus pelanggaran HAM lainnya.
Berkat jasanya membela berbagai kasus pelanggaran HAM, Munir memperoleh penghargaan The Rights Livelihood Award di Stockholm, Swedia, di bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap milite pada tahun 2000.
Peristiwa besar di balik pembunuhan Munir tak kunjung terungkap. Sementara itu, dalang di balik pembunuhan Munir masih menghirup udara bebas.
Kematian Munir menjadi bukti nyata abainya negara dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM.