Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Tiktok, Representasi Keseharian Masyarakat Kita hingga Aksi Sosial

Kompas.com - 01/08/2021, 17:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Solidaritas virtual menjadi aksi sosial nyata

Sebagai media sosial TikTok bisa menjadi ruang publik yang memungkinkan masyarakatnya melakukan perubahan sosial. Bahkan, sebagian besar kelompok minoritas menggunakannya untuk menawarkan narasi alternatif dari perspektif mereka.

Sebagai ruang virtual, TikTok memiliki potensi yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan banyak hal termasuk membangun solidaritas dan aksi sosial.

Merlyna Lim dalam artikelnya yang berjudul Many Clicks but Little Sticks: Social Media Activism in Indonesia memberikan dua contoh kasus KPK (cicak versus buaya) dan Prita Mulyasari terkait pencemaran nama baik rumah sakit yang sukses mendapatkan simpati publik di Facebook dan Twitter serta berhasil membangun aktivisme sosial di dunia offline.

Dalam kasus cicak vs buaya (2009), masyarakat Indonesia memberikan dukungannya kepada wakil KPK yang disimbolkan sebagai cicak untuk melawan Kabareskrim Polri yang disimbolkan sebagai buaya.

Bukan hanya sukses meraih dukungan publik di Facebook, masyarakat juga turun ke jalan untuk membela KPK dan berhasil mendesak pemerintah untuk bertindak sesuai keinginan publik untuk memberantas pelaku korupsi sesuai dengan hukum yang berlaku. Bahkan, narasi cicak vs buaya masih berlaku hingga kini untuk menyimbolkan kasus-kasus serupa.

Selain itu, kita mungkin masih ingat dengan kasus Prita Mulyasari (2008), seorang ibu rumah tangga yang dipenjara terkait keluhannya atas pelayanan salah satu rumah sakit swasta yang beredar di dunia maya.

Sebanyak 10.000 akun memberikan dukungannya di laman Facebook, meluapkan kemarahannya di Twitter dan bahkan menggalang dana untuk membayar denda yang dibebankan ke Prita oleh penegak hukum.

Belajar dari dua kasus ini, media sosial memang memberikan ruang untuk kebebasan berbicara dan demokrasi (Sutadi, 2011), bahkan berpotensi sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial yang terbilang murah namun mampu menjangkau khalayak dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat (Nugroho, 2011).

Sebagai salah satu dampak dari reformasi, fenomena bermedia sosial juga diselebrasi oleh banyak orang sebagai salah satu alat untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sejalan dengan keinginan publik.

Hal serupa juga sempat viral dan terjadi di TikTok. Belum lama akun user @elsameliaa mengunggah video berdurasi 57 detik pada Kamis lalu, Dalam video tersebut terdapat seorang laki-laki paruh baya, Mang Eman, penjual agar-agar di Garut yang mengepal uang Rp 5.000 dan terlihat mondar-mandir untuk membeli nasi padang.

Raut wajah yang lelah dan senyuman pria tersebut berhasil membuat warganet terenyuh. Atas dukungan netizen, sang pemilik akun disarankan untuk membuka donasi. Alhasil hingga Sabtu (31/07/2021) sudah terkumpul Rp 108 juta untuk Mang Eman.

Terlepas dari berbagai konten negatif yang beredar di TikTok, pada dasarnya media sosial selalu memberikan ruang bagi siapa saja untuk melakukan hal-hal yang bersifat inspiratif dan positif.

Sebagai user, kita memiliki kendali penuh untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Berbagai narasi memang bermunculan dan berkontestasi untuk mendapatkan perhatian publik demi viralitas dan kepentingan-kepentingan lainnya.

Namun, daya kritis dan perilaku kita dalam bermedia sosial adalah senjata utama kita untuk tidak terjebak dalam hal-hal yang bisa mempengaruhi dan merugikan diri kita sendiri karena teknologi tidak akan pernah bersifat netral selama kita sebagai manusia berada di balik itu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com