Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Covid-19 Kian Menanjak, Kapan Efek PPKM Darurat Akan Terasa?

Kompas.com - 10/07/2021, 09:16 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo belum berhasil menanggulangi pandemi Covid-19 di Indonesia.

Ia menyoroti soal tak adanya analisis terhadap situasi yang kian kritis saat ini.

Angka kasus baru dan kematian terus bertambah tinggi. Sementara, penanganan pasien di rumah sakit juga tak tertangani dengan baik.

"Enggak ada analisis, ini kasus akan naik terus. Presiden Jokowi yang suruh melonjak karena dia enggak ngapa-ngapain, ke mana sekarang?" kata Pandu kepada Kompas.com, Jumat (9/7/2021) siang.

Dalam penanganan pandemi, Indonesia sudah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto.

Baca juga: Selama PPKM Darurat Nikah Wajib Swab Antigen, Ini Aturan Lengkapnya

Airlangga yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, juga dinilai Pandu tak mumpuni dalam mengeksekusi arahan kepala negara. 

"Menurut saya, ini kegagalan dari KPC-PEN, kegagalan strategi penanggulangan pandemi," kata dia.

Pandu mengatakan, disadari atau tidak, penyebab lonjaknya kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini lantaran mobilitas masyarakat yang cukup tinggi.

Kondisi penularan diperparah dengan penyebaran varian baru yang memiliki daya tular cukup tinggi.

"Bukan hanya karena virusnya, kan virus enggak bisa jalan-jalan, perilaku manusianya yang menjadi penentu utama. Kalau perilaku manusianya abai, ya akan naik kasusnya, ditambah adanya varian virus baru, tenaganya masih seger," kata Pandu.

Kapan efek PPKM Darurat akan terasa?

Pandu menilai, efek penerapan PPKM Darurat belum membawa dampak signifikan bagi pengendalian penyebaran virus corona di Indonesia.

Seperti diketahui, sejak 3 Juli 2021 pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga 20 Juli 2021.

Artinya, hingga hari ini, Jumat (9/7/2021), PPKM Darurat sudah berjalan selama 6 hari. 

"Enggak tahu (kapan efeknya terlihat), kasus yang meningkat ini kan akumulatif terus. Tapi kasus akan semakin tinggi jika enggak ada PPKM, gitu aja," kata dia.

Ia juga memprediksi, pemerintah tak akan mengambil kebijakan penguncian wilayah atau lockdown.

Pasalnya, beberapa kali pemerintah sempat didesak untuk menerapkan lockdown, tetapi tetap bergeming.

"Pemerintah kan enggak mengenal lockdown. Iimplementasikan saja PPKM ini dengan semaksimal mungkin. PPKM Darurat ini kerjain aja, kan belum optimal juga," ujar dia.

"Kita ini kan enggak pernah siap, selalu responsif, bukan antisipatif. Enggak mau mengakui bahwa mereka itu sudah tidak bisa ngapa-ngapain, responsnya cuman tambal sulam saja. Kita enggak punya road map penanggulangan pandemi," papar Pandu.

Baca juga: Berlaku Hari Ini, Ini Aturan Terbaru Sektor Esensial Saat PPKM Darurat

Kenaikan kasus sudah bisa diprediksi

Sementara, epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Bay Satria Wiratama mengatakan, kenaikan kasus Covid-19 sebenarnya sudah bisa diprediksi.

Pasalnya, ketika kasus Covid-19 semakin banyak, maka akan semakin luas transmisi serta orang orang yang terpapar, dan ini akan menaikkan jumlah kasus Covid-19.

"Walau pun jumlah kasus ini juga tergantung dari yang ditemukan di masyarakat, semakin sedikit yang ditemukan maka semakin sedikit yang dipisahkan dari masyarkaat yang sehat," kata Bayu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/7/2021) siang.

Menurut dia, hal itu bisa jadi persoalan karena semakin banyak kasus menyebabkan keterbatasan sumber daya manusia.

Akibatnya, semakin banyak kasus yang akan susah terlacak atau ditemukan.

Bayu mengatakan, lonjakan kasus ini karena berbagai faktor, yaitu:

  • Mobilitas
  • Kendurnya 5M terutama jaga jarak, masker dobel
  • Kurangnya orang yang dites dan dilacak sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi.

"Sehingga banyak penularan yang tidak terdeteksi sehingga akhirnya kasus kasus bergejala bermunculan karena kasus OTG tidak terdeteksi," kata Bayu.

Soal PPKM Darurat, Bayu berpandangan bahwa upaya tersebut akan berdampak jika diimplementasikan dengan benar.

"Jika PPKM dilakukan dengan benar yaitu bisa menurunkan mobilitas dengan sangat baik dan meningkatkan testing-tracing, maka harapannya 3-4 minggu pasca-PPKM dilakukan baru terasa signifikan. Paling lambat 2 minggu harusnya sudah mulai terlihat menurun," kata Bayu.

Pada Kamis (8/7/2021), Indonesia melaporkan 38.391 kasus positif Covid-19, rekor baru selama tiga hari berturut-turut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Tren
Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Tren
Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Tren
Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tren
3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

Tren
Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Tren
Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Tren
5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

Tren
[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

Tren
Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Tren
10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

Tren
Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Tren
Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Tren
Ganti Oli Motor Pakai Minyak Goreng Diklaim Buat Tarikan Lebih Enteng, Ini Kata Pakar

Ganti Oli Motor Pakai Minyak Goreng Diklaim Buat Tarikan Lebih Enteng, Ini Kata Pakar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com