Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Foto Perempuan “Dibungkus” Kain oleh Suaminya, Ini Penjelasan Psikolog

Kompas.com - 16/06/2021, 18:39 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

Namun, ada juga orang yang merasa tersulut gairahnya ketika melihat pasangannya kesakitan, disundut dengan puntung rokok, disayat-sayat kulitnya, dan lain sebagainya.

Itu lah yang tidak bisa dibiarkan dan bisa masuk dalam ranah pidana.

"Mungkin yang bungkus-bungkus itu sudah termasuk ekstrem ya, susah bernapas lho itu, itu juga prosesnya bermenit-menit kan sampai dibungkus sebadan begitu," sebut dia.

Baca juga: Ramai Pembahasan soal Fetish, Bagaimana Gejala, dan Penanganannya?

 

Bisa dialami lelaki dan perempuan

Baby tidak menampik jika parafilia bisa saja dimiliki oleh seorang perempuan, tetapi ia menyebut sebagian besar justru ada pada kaum laki-laki.

Hal itu bisa jadi karena pola asuh yang selama ini diterapkan pada seorang anak laki-laki.

Orangtua di Indonesia misalnya, masih mengajarkan agar anak laki-lakinya tidak boleh terlihat lemah, cengeng, lembut, dan sebagainya.

Sebaliknya, mereka mengajarkan agar anak laki-laki harus terlihat kuat, maskulin, dan sebagainya.

"Perasaan laki-laki dalam masyarakat seperti di indonesia ini kan selalu ditekan, dia harus selalu kuat, enggak boleh cengeng, sedih, harus keliatan maco, maskulin, tidak boleh mengekspresikan kelemahan, ketertarikan pada kelembutan. Sehingga mungkin dia ada tekanan-tekanan seperti itu," papar Baby.

Baca juga: Soal Gilang Bungkus, Apa Penyimpangan Seksual Fetish Bisa Disembuhkan?

Concent and save

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, izin dan faktor keamanan menjadi dua hal yang mutlak dipenuhi untuk membenarkan seseorang melampiaskan fetish-nya pada seseorang.

Jika pelaku adalah laki-laki, ia harus memastikan pasangannya memberinya izin, rela, dan setuju melakukan apa yang diminta, artinya tidak ada unsur paksaan apalagi ancaman atau tekanan.

"Si istri itu kan manusia ya, punya hak untuk menyetakan kesetujuannya atau ketidaksetujuannya. 'Yang dibungkus tubuh istri sendiri', kan istrinya bukan properti, dia manusia yang ada keberatannya, kehendaknya, persetujuannya," ucap Baby.

"Bukan berarti kalau dia istri sendiri terus boleh diapa-apain kan. Berarti analoginya kalau istri sendiri boleh dipukul-pukulin, ditendang-tendangin? Itu kayak memiliki properti yang enggak punya konsensual dong," tambahnya.

Baru setelah mendapat persetujuan, harus dipastikan kegiatan yang dilakukan tidak menyakiti atau mengancam keselamatan pasangan.

Baca juga: Ahli Sebut Fetish Tak Bisa Sembuh tapi Bisa Dikontrol, Bagaimana Caranya?

Pentingnya edukasi seksual

Terkait bagaimana laki-laki memandang perempuan sebagai objek yang bebas ia perlakukan sesuka hati, Baby menarik fakta ini pada bagaimana gaya edukasi seksual yang dilakukan oleh orangtua-orangtua kebanyakan, khususnya di Indonesia.

Pendidikan seksual dalam keluarga tidak dilakukan secara jelas dan transparan. Alih-alih tabu, masyarakat lebih nyaman menyederhanakan pendidikan seksual, dalam hal ini hanya merujuk hubungan yang melibatkan penetrasi seksual, pada kalimat sederhana "Tidak boleh, kecuali sudah menikah".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com