Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Covid-19 Telah Menginfeksi Pendaki Gunung Everest...

Kompas.com - 29/05/2021, 16:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemandu gunung Everest, Buddhi Bahadur Lama, telah menghabiskan berhari-hari diisolasi di tenda setelah dinyatakan positif terkena virus corona.

Ia merupakan satu dari empat orang dalam tim ekspidisinya yang diduga terinfeksi Covid-19 di kaki gunung Everest dan jumlahnya terus bertambah.

"Ini bukan hanya masalah kami, itu terjadi di sebagian besar tim di base camp sekarang," kata Buddhi, dikutip dari AFP, Sabtu (29/5/2021).

Baca juga: Pendaki Gunung Guntur Hilang secara Misterius Dimungkinkan karena Paradoxical Undressing, Apa Itu?

Lusinan dugaan kasus Covid-19 telah diterbangkan ke luar daerah dan setidaknya dua perusahaan telah membatalkan ekspedisi setelah anggota tim dinyatakan positif.

Akan tetapi, pihak berwenang Nepal belum mengakui satu kasus pun di gunung tersebut, dengan taruhan tinggi bagi industri pariwisata negara itu.

Buddhi merasakan gejala lama Covid-19 yang ringan, tetapi beberapa di antara pendaki mengalami gejala lebih parah.

Baca juga: Kisah Penaklukan Pertama Everest, Gunung Tertinggi di Dunia

Gelombang baru infeksi Covid-19

Personel pasukan Nepal yang menggunakan APD membawa mayat yang meninggal karena Covid-19 pada Rabu (5/5/2021). [PRAKASH MATHEMA/AFP]PRAKASH MATHEMA/AFP Personel pasukan Nepal yang menggunakan APD membawa mayat yang meninggal karena Covid-19 pada Rabu (5/5/2021). [PRAKASH MATHEMA/AFP]

Cuaca yang lebih hangat mengantarkan kondisi yang lebih aman untuk mendaki Everest dan puncak Himalaya lainnya.

Sayangnya, kondisi itu bertepatan dengan gelombang baru infeksi Covid-19 di Nepal, dengan rata-rata 8.000 kasus sehari dan sistem kesehatan negara kewalahan.

Selama dua bulan terakhir sejak musim pendakian dimulai, lebih dari 1.000 pendaki gunung, sementara lebih dari 350 telah mencapai puncak sejauh musim ini.

Virus corona menjadi ancaman utama bagi para pendaki di tengah kesulitan untuk bernapas di dataran tinggi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Penaklukan Pertama Puncak Everest

Pejabat di klinik kamp mengatakan lebih dari 30 orang telah diterbangkan karena masalah kesehatan dalam beberapa pekan terakhir.

Beberapa telah memposting diagnosis Covid-19 mereka di media sosial.

Namun, pemerintah mengatakan tidak mengetahui adanya kasus apa pun.

"Kami telah meminta perusahaan dan pejabat untuk melapor kepada kami jika mereka memiliki kasus Covid-19, tetapi belum ada yang menyerahkan apa pun. Kami memerlukan laporan resmi," kata kepala Departemen Pariwisata Nepal Rudra Singh Tamang.

"Jika orang dinyatakan positif di Kathmandu, sulit untuk mengatakan di mana mereka tertular," sambungnya.

Kurangnya transparansi di antara penyelenggara ekspidisi tentang kasus-kasus Covid-19 juga menjadi kendala pemerintah.

Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Dugaan Adanya Medan Magnet di Bekas Suntikan Vaksin Covid-19

Hidup dalam risiko

Penyelenggara ekspedisi Austria Lukas Furtenbach yang merupakan orang pertama yang membatalkan ekspedisi, mengatakan telah menyampaikan laporan kepada pemerintah.

"Ada wabah dan ada bukti untuk itu. Tapi pemerintah menyangkal wabah ini dan mempertaruhkan nyawa kami dan nyawa rakyat mereka sendiri, suku Sherpa," katanya.

Pekan lalu Furtenbach sedang menunggu untuk memulai pendakiannya.

Timnya yang terdiri dari 19 pendaki telah memulai perjalanan aklimatisasi ketika virus menyerang.

Baca juga: Ramai Video Pria Disuntik Jarum Kosong Saat Vaksinasi, Ini Penjelasan Kemenkes

Satu orang dalam kelompok tersebut dinyatakan positif Covid-19 dengan alat tes cepat dan keesokan harinya tiga Sherpa juga diketahui positif.

Akhirnya, delapan orang dalam ekspedisi itu ditemukan memiliki Covid-19, dengan tujuh dikonfirmasi oleh tes PCR di Kathmandu.

Furtenbach percaya mereka terinfeksi di gunung ketika berhubungan dekat dengan tim lain.

Baca juga: Selain Raung, Berikut 5 Gunung yang Dinilai Mulai Aktif di Indonesia, Mana Saja?

Perusahaan juga telah membantu tim pendaki lain untuk menguji virus tersebut dan dua orang telah menunjukkan hasil positif.

Nepal mengalami pukulan telak bagi industri pariwisatanya tahun lalu ketika pandemi memaksa penutupan total sektor pendakian gunung.

Tanpa pendaki asing, Sherpa dan pemandu lainnya kehilangan sumber pendapatan utama mereka.

"Jika kita berpikir secara finansial, banyak yang membutuhkan pendapatan tahun ini, tetapi kehidupan itu penting dan mungkin, akan lebih baik jika tidak naik musim ini," kata Kunga Sherpa.

Baca juga: Ramai soal Dugaan Meteor Jatuh di Puncak Gunung Merapi, Ini Kata Ahli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Tren
Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com