Sebuah ungkapan yang menenangkan, tetapi tidak bisa menghapus duka mendalam yang nyata dirasakan.
Khususnya, duka 53 keluarga patriot yang terbagung dalam Pasukan Hiu Kencana, pasukan khusus yang mengawaki Nanggala-402.
Potensi duka mendalam ini tampaknya telah diantisipasi dengan motto Pasukan Hiu Kencana yaitu Wira Ananta Rudhira (Tabah Sampai Akhir). Pasukan khusus ini dibentuk 12 September 1959.
Namun, ketika duka mendalam itu benar-benar datang, ketabahan tetap mendapatkan ujian.
Tidak hanya keluarga para patriot, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia lantaran duka atas kehilangan 53 patroit yang menyebar dan serentak terasakan.
Nanggala-402 adalah kapal selam kedua yang dimiliki Indonesia yang dipesan pada 2 April 1977 dari perusahaan pembuat kapal Howaldtswerke-Deutsche Werft dari Kiel, Jerman.
Nanggala-402 dibawa dari Jerman pada awal Agustus 1981 dengan membawa 38 awak menuju Indonesia. Keberadaannya diumumkan para Hari TNI 5 Oktober 1981.
Kapal selam pertama yang dimiliki Indonesia adalah KRI Cakra-401. Berikutnya adalah KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404 dan KRI Alugoro-405.
Tinggal empat kapal selam ini yang kini ikut menjaga pertahanan laut Indonesia.
Tenggelamnya Nanggala-402 membuat kita menengok sosok Komandan KRI Nanggala-402 yaitu Letkol Laut (P) Heri Oktavian.
Jauh sebelum Nanggala-402 berpatroli abadi, Heri mengungkapkan kekhawatirannya atas rencana pemerintah yang akan mendatangkan kapal selam bekas.
Menurut Heri, yang dibutuhkan TNI AL, khususnya Korps Hiu Kencana adalah kapal selam yang mumpuni dan memiliki kemampuan bertempur.
Heri juga sempat menyinggung kapal selam buatan PT PAL (Persero) yang dianggap tidak memuaskan.
Heri juga menyebut overhaul KRI Nanggala-402 yang terus tertunda pada 2020 padahal kapal selam itu harus terus disiapkan untuk sejumlah operasi.
Heri menyampaikan harapan untuk para pembuat keputusan benar-benar memikirkan TNI dan prajuritnya.