Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diambil Alih Negara, Berikut 4 Fakta soal TMII

Kompas.com - 08/04/2021, 17:29 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

2. Ditentang mahasiswa

Rencana pembangunan didengungkan Tien Soeharto pada 1971. Mahasiswa getol melancarkan berbagai aksi protes.

Mereka menolak karena biaya pembangunan TMII mencapai Rp 10,5 miliar. Hal itu dianggap tidak bermanfaat bagi masyarakat dan justru menghambur-hamburkan uang.

Di saat yang sama, Soeharto menyampaikan anjuran hidup prihatin lantaran sebagian besar masyarakat masih hidup dalam taraf kemiskinan.

Baca juga: Ancaman Kelaparan dan Potret Kondisi TKI di Malaysia Saat Pandemi Corona...

Kelompok penentang pembangunan TMII kemudian menggencarkan dua strategi: demonstrasi dan diskusi.

Salah satu kelompok penentang, Gerakan Penyelamat Uang Rakyat, menyambangi sekretariat Yayasan Harapan Kita (YHK) dan membentangkan spanduk “Sekretariat Pemborosan Uang Negara” pada 23 Desember 1971.

YHK didirikan oleh istri Presiden Soeharto, yaitu Siti Hartinah atau dikenal dengan Tien Soeharto pada 23 Agustus 1968. Yayasan ini mendirikan banyak sarana kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan.

Baca juga: Terbang Tanpa Tujuan, Tren Wisata Baru di Tengah Pandemi Corona...

Tak lama setelah aksi bentang spanduk, sekelompok orang sekonyong-konyong muncul membawa senjata tajam. Mereka menyerang anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.

Satu orang anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat terkena bacokan dan lunglai. Kemudian suara tembakan terdengar.

Kaca sekretariat YHK pecah dan seorang lagi anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat roboh. Peluru bersarang di pahanya. Penyerangan terhadap anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat menambah gelombang protes mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII.

Baca juga: Sudah Dibuka, Berikut Link Daftar Online Wisata Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo

Tuntutan dari mahasiswa tidak pernah didengar, meski 4 organisasi besar turun ke jalan. Semakin lama gelombang protes meluas hingga kalangan seniman dan intelektual.

Tokoh-tokoh seperti W.S. Rendra, Arief Budiman, H.J.C. Princen (Poncke), dan Mochtar Lubis ikut mendukungnya. Namun Soeharto justru melihat gelombang protes itu sebagai gerakan politis untuk mengganggu kestabilan nasional.

Soeharto memperingatkan para penentang untuk tidak bertindak di luar batas. Dia bahkan mengancam akan menggunakan Supersemar.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Ditunjuk sebagai Presiden RI

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com