Kata ghosting sempat trending topic dan viral dalam beberapa waktu terakhir di berbagai platform jejaring sosial.
Istilah yang mulai dikenal sejak 2011 itu menjadi ramai dibicarakan terkait kandasnya hubungan asmara putra bungsu Presiden RI, Kaesang Pangarep, dengan Felicia Tissue yang telah terjalin selama 5 tahun.
Berawal dari cuitan akun instagram milik Meilia (ibu Felicia), Kaesang dituding telah melakukan ghosting dengan memutuskan hubungan dengan anaknya secara sepihak tanpa ada penjelasan apapun, dan bahkan diduga terjadi karena adanya orang ketiga.
Baca juga: Klarifikasi Kaesang Pangarep soal Ghosting dan Putus dari Felicia Tissue
Lalu, apa itu ghosting? Berdasarkan Cambrige Dictionary kata ghosting mengacu pada suatu cara mengakhiri suatu hubungan secara tiba-tiba dan menutup segala bentuk komunikasi dengan seseorang.
Definisi yang sama juga ditemukan dalam kamus Oxford yang menyatakan bahwa ghosting is the practice of ending a personal relationship with someone by suddenly and without explanation by withdrawing from all communication.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, termin ini muncul karena banyaknya masyarakat yang menggunakan aplikasi kencan (dating application) seperti Tinder, WeChat, Bumble, dan sebagainya.
Baca juga: Ghosting untuk Mengakhiri Hubungan Asmara? Psikolog Sebut Kurang Ajar
Disadari atau tidak, penggunaan dating application tersebut telah membentuk perilaku budaya yang membuat seseorang mengakhiri suatu hubungan dengan cepat dan tanpa kepastian hanya dengan sekali tekan saja.
Dilansir dari laman health.com, seorang psikolog klinis dan pakar hubungan dari Washington D C Vinita Mehta mengatakan bahwa secara personal sebagian besar orang melakukan ghosting untuk menghindari konfrontasi dan melukai perasaan yang dihantui (ghostee).
Mehta juga menambahkan bahwa kenyamanan, keamanan, interaksi yang buruk dengan pasangan, kehilangan ketertarikan, dan keadaan suatu hubungan (seberapa dekat seseorang dengan pasangannya) adalah alasan-alasan lain mengapa orang melakukan tindakan ini.
Artinya, seseorang bisa saja melakukan ghosting karena merasa dirinya tidak aman atau mungkin ada sesuatu hal yang tidak ingin diketahui oleh pasangannya.
Baca juga: Dampak Psikologis Ghosting, Bukan Sekedar Gagal Move On
Senada dengan Mehta, Ruskin berargumen bahwa sebagai manifestasi dari ketidakdewasaan emosional (emotional immaturity), ghosting dilakukan karena seseorang tidak merasa mampu mengomunikasikan apa yang mereka rasakan untuk menjaga suatu komitmen.
Bagi Ruskin, hal ini adalah suatu kondisi yang sangat buruk karena suatu hubungan yang baik membutuhkan skill komunikasi yang sehat.
Direktur Program Psikoterapi Universitas Emory, Jennice Vilhauer, PhD dalam laman Psychology Today mengatakan ghosting bukanlah istilah baru, melainkan sudah dikenal sejak lama karena orang diasumsikan pernah melakukan tindakan menghilang diri tanpa jejak.
Menurutnya, dalam tren kencan (dating culture) saat ini hampir 50 persen pria dan wanita pernah mengalami atau melakukan ghosting dalam hubungan mereka.
Vilhauer menjelaskan bahwa korban ghosting akan mengalami luka batin yang cukup serius, kegelisahan, dan perasaan rendah diri karena ketidakjelasan hubungan.