2. Pengisian jabatan di daerah
Dalam pengisian jabatan di daerah, juga menjadi celah korupsi.
"Barang siapa yang ingin menjadi pejabat daerah, posisi-posisi seperti kepala dinas, dan lain-lain diharuskan menyetor sejumlah uang kepada kepala daerah," kata Zaenur.
Baca juga: Terjaring OTT KPK, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah: Saya Tidur, Dijemput
3. Pengadaan barang dan jasa
Zaenur mengatakan, dalam beberapa kasus, kepala daerah meminta sejumlah uang dari para kontraktor penyedia barang dan jasa jika mereka ingin mendapatkan proyek atau pekerjaan-pekerjaan dari pemerintah daerah.
"Ini yang paling banyak," ujar dia.
Timbal balik itu ada yang dilakukan secara langsung ada juga yang tidak langsung.
Adapun yang dilakukan secara tidak langsung seperti pada pembiayaan pencalonan kepala daerah oleh para pemilik modal. Jika kepala daerah terpilih, para pemodal akan mendapatkan proyek dari pemerintah.
Sementara, yang dilakukan secara langsung yaitu dengan memberi sejumlah uang atau barang kepada para kepala daerah.
"Yang secara langsung inilah yang kemudian sering di-OTT oleh KPK," ujar Zaenur.
Baca juga: KPK Benarkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Ditangkap Terkait Dugaan Korupsi
Zaenur menilai, kontrol terhadap kepala daerah selama ini lemah. Pengawasan yang dilakukan oleh parlemen daerah, DPRD, dianggapnya tidak efektif. Dalam beberapa kasus korupsi kepala daerah, bahkan juga menyeret anggota DPRD.
"Sekalinya dilakukan pengawasan, pengawasan dilakukan secara represif oleh penegak hukum dalam hal ini adalah KPK," kata dia.
Menurut Zaenur, hal ini menunjukkan bahwa fungsi saling mengimbangi eksekutif dan legislatif di daerah tidak berjalan.
Menurut Zaenur, yang paling penting diubah adalah sistem politik Indonesia.
"Jika sistem politik terus menerus berbiaya tinggi, maka keinginan untuk korupsi hilang adalah sesuatu yang susah untuk terjadi," ujar dia.