KOMPAS.com - Penguncian akibat virus corona memaksa semua orang untuk lebih banyak tinggal di rumah.
Dengan adanya bekerja dari rumah dan sekolah daring, intensitas kita dalam menatap layar ponsel lebih sering selama pandemi.
Ini berarti bahwa mata kita terus-menerus terfokus pada obyek dalam jarak dekat dan semakin berkurang waktu untuk melihat ke kejauhan.
Baca juga: Masih PJJ, Kapan KBM Tatap Muka di Sekolah Bisa Dilangsungkan?
Studi terbaru dari Belanda dan China menunjukkan, pembatasan Covid-19 membuat jumlah penderita miopia atau rabun jarak jauh meningkat secara dramatis, seperti dikutip dari DW, Kamis (21/1/2021).
Data lebih dari 120.000 anak di China menampilkan anak-anak berusia antara enam dan delapan tahun memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk menderita miopia pada 2020 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada kelompok usia ini, ketajaman visual bergeser 0,3 dioptri menjadi miopia.
Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia
Penurunan pengelihatan yang drastis pada anak kecil ini sangat mengkhawatirkan, mengingat kondisi itu ditentukan sejak usia dini.
Begitu seseorang mengalami rabun jauh, mereka nantinya akan tetap seperti itu.
Dalam kebanyakan kasus, rabun jauh dimulai di sekolah dasar dan meningkat seiring dengan pertumbuhan anak. Semakin awal dimulai, semakin parah penyakit itu.
Jika bola mata tumbuh terlalu banyak antara usia enam dan 10 tahun, itu berarti anak lebih sulit melihat benda yang berada di kejauhan.
Rabun jauh yang parah juga meningkatkan risiko lepasnya retina, katarak akibat tekanan tinggi di dalam mata, atau bahkan kebutaan di kemudian hari.
Baca juga: Kenapa Mata Hewan Menyala Saat Malam Hari?
Menurut the Brien Holden Vision Institute, lima miliar orang atau setengah dari populasi dunia akan mengalami rabun jauh pada pertengahan abad ini.
Di negara-negara industri, jumlah penderita rabun jauh meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Bahkan ada korelasi langsung antara peningkatan kesempatan pendidikan dan penglihatan yang lebih buruk. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi risiko miopia.
Baca juga: Catat, Ini Fitur-fitur Baru WhatsApp pada 2021
"Peningkatan ini terutama disebabkan oleh penggunaan PC, smartphone, dan tablet yang sangat awal dan intensif, dikombinasikan dengan jumlah waktu yang semakin singkat yang dihabiskan di luar ruangan pada siang hari," kata Direktur Departemen Ophthalmology di University of Munster Nicole Eter.
Negara-negara Asia memiliki angka rabun jauh usia anak-anak dan remaja di atas rata-rata dunia.
Di China, empat dari lima anak muda sekarang menderita rabun jauh.
Baca juga: 4 Daerah Berikut Laporkan Penuhnya Ruang Perawatan Pasien Covid-19, Mana Saja?
Orang tua harus membatasi penggunaan media digital oleh anak-anak mereka, terutama untuk kelompok usia termuda.
"Dari sudut pandang oftalmologi, PC, smartphone, dan tablet sama sekali tidak cocok untuk anak-anak hingga usia tiga tahun," kata Bettina Wabbels dari Bonn University Eye Clinic.
Ahli mata merekomendasikan penggunaan harian tidak lebih dari 30 menit untuk anak usia empat sampai enam tahun.
"Pada usia sekolah dasar, waktu media maksimal satu jam per hari akan dapat diterima dari sudut pandang oftalmologi, dan hingga dua jam per hari dari usia sekitar sepuluh tahun," jelas Wabbels.
Namun, nasihatnya tidak hanya berlaku untuk anak-anak dan remaja. Sebab, mata orang dewasa juga butuh istirahat.
Baca juga: Sama-sama Terinfeksi Covid-19, Ini Beda Sikap Doni Monardo dan Airlangga Hartarto
Risiko miopia dapat dikurangi dengan tidak terlalu lama menatap suatu obyek dalam jarak dekat, terlepas dari apakah itu smartphone atau buku yang menarik.
Risiko miopia berkurang terutama dengan waktu yang lebih lama dihabiskan di luar ruangan, karena siang hari menghambat pertumbuhan bola mata lebih lanjut.
Di ruangan tertutup, intensitas cahaya rata-rata 300 hingga 500 lux (ukuran tingkat cahaya), sedangkan pada hari musim panas yang cerah bisa sekitar 100.000 lux di luar ruangan.
Studi dari Skandinavia juga menunjukkan bahwa miopia meningkat di musim yang lebih gelap, sementara angka itu stagnan selama waktu yang lebih cerah dalam setahun.
Baca juga: Berikut Negara-negara yang Menyetujui Penggunaan Vaksin Sinovac untuk Lawan Covid-19, Mana Saja?