Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Dua Agenda pada Penentuan Kapolri

Kompas.com - 13/01/2021, 12:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Benarkah penentuan kepala institusi penegak hukum terbesar milik negara, Polri, hanya didasarkan pada kebutuhan keamanan dan ketertiban semata. Atau adakah hal lain yang dijadikan pijakan pertimbangan? Aiman mengupasnya!

Kamtibmas alias keamanan dan ketertiban masyarakat sejak reformasi 22 tahun silam, menjadi ranah Kepolisian Republik Indonesia setelah pemisahan dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melalui Inpres Nomor 2 tahun 1999 yang ditandatangani oleh mendiang Presiden Habibie.

ABRI yang dikenal dengan kontroversi kebijakan dwifungsinya dihapuskan kemudian kembali memiliki nama Tentara Nasional Indonesia (TNI). TNI memiliki peran dan fungsi pada ranah Pertahanan Negara, sementara Polri pada ranah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Pemilihan pada pucuk pimpinan pada kedua institusi ini selalu menarik untuk dicermati. Terlebih pada kondisi saat ini, yang jauh memiliki tantangan yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Pertimbangan selain kamtibmas?

Tapi pertanyaannya kini, apakah pemilihan pucuk pimpinan Polri memiliki alasan hanya pada ranah kamtibmas? Tidakkah ada pertimbangan lain, yang sebelumnya tabu untuk dibicarakan, yakni pertimbangan situasi Politik pada pemilihan Polri?

Mengapa tabu?

Bagi sebagian kalangan, mencampuradukkan Polri dengan urusan Politik adalah sama halnya dengan mencampuradukkan hukum dengan politik. Hukum dianggap tak berdiri sendiri dan diintervensi oleh situasi politik.

Meski ternyata pada perkembangannya, kondisinya berbeda. Pada berbagai kejadian Kepolisian dihadapkan pada kekuatan politik dalam negeri yang dianggap berpotensi merusak persatuan dan kesatuan. Polisi turun tangan untuk meredakan dan sebagian memroses hukum jika dinilai ada pelanggaran di dalamnya.

Mau tidak mau, urusan politik yang tadinya dihindarkan, menjadi memiliki kesan bahwa ada campur tangan Polri dalam urusan politik. Ini kesan yang ditimbulkan. Meskipun ada alasan lainnya, kembali pada peran dan fungsi Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat secara mutlak.

Politik eletoral di depan mata

Dari kondisi ini muncul pertanyaan, apakah pemilihan pucuk pimpinan Polri ini, masalah kamtibmas, kriminal, pidana, dan urusan lain yang menjadi tugas sehari-hari polisi, terdapat pula urusan politik yang jadi pertimbangan?

Terlebih politik elektoral alias pemilihan umum dan daerah di depan mata?

Guru besar Universitas Bhayangkara, Profesor Hermawan Sulistyo, biasa disapa Prof Kikiek, mengatakan pada saya di program AIMAN. "Pemilihan Kapolri itu 70 persen politik!" ungkapnya.

Sebab, urusan politik tak bisa dilepaskan dari urusan keamanan dan ketertiban masyarakat. Pergolakan pada urusan politik bisa menyebabkan gangguan pada kamtibmas.

Pada Pilkada 2017 di DKI Jakarta, siapa yang menyangka akan terjadi pergolakan politik luar biasa, yang berujung pada situasi kamtibmas selama beberapa bulan akibat menguatnya polarisasi terkait politik identitas berbasis di satu sisi agama dan di sisi lain klaim kelompok Pancasilais.

Pada 2019, nyaris serupa dengan apa yang terjadi pada 2017. Semuanya bermuara pada proses hukum, yang terjadi dan memunculkan sejumlah kesan dan argumentasi yang berbeda-beda di mata para pendukung yang terbelah.

Apakah pembelahan ini sudah selesai?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com