Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pemilih di Satu Desa Golput, Jangan Main-main dengan Aspirasi Rakyat"

Kompas.com - 12/12/2020, 13:29 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena golput serempak terjadi di Desa Matabondu, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (11/12/2020), sebanyak 250 pemilih di desa tersebut kompak untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Serentak 2020.

Kepala Desa Matabondu, Ahmad, mengatakan, keputusan tak menggunakan hak pilih itu dilakukan sebagai bentuk protes.

Pasalnya, selama 13 tahun mereka tidak menerima alokasi dana dari pemerintah.

Ia menyebutkan, padahal secara administrasi Desa Matabondu sudah tercatat sebagai desa di Kementerian Desa (Kemendes).

Golput dilakukan dengan cara mengembalikan surat pemberitahuan pemilih atau C6-KWK kepada KPU Sultra pada Selasa (8/12/2020).

"Pilkada ini kami memilih golput dengan mengembalikan surat ini (C6-KWK). Percuma menyalurkan suara kita, tapi suara kita tidak pernah didengarkan," kata Ahmad.

"Dana desa tidak pernah kami nikmati sejak 2007. Dana desa itu kami tahu selalu cair dari pusat, tapi tidak pernah sampai ke kami," ujar dia.

Baca juga: Warga Satu Desa di Sultra Golput, Ini Kata KPU

Refleksi apa yang bisa diambil dari fenomena ini?

Bentuk protes warga

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan, fenomena golput di Desa Matabondu bisa dilihat dari dua sisi.

Dari sisi kedewasaan berdemokrasi, Hendri menilai, warga desa tersebut sudah menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi.

"Artinya dia berpikir bahwa 'Ya sudah, saya enggak usah saja. Saya menghukum para pemimpin daerah yang selama ini saya pilih'" kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/12/2020). 

Namun, dari sisi teknis atau kredibilitas pemilu, Hendri menilai bahwa cara masyarakat desa tersebut melakukan golput sangat disayangkan.

"Karena, mungkin masih ada satu atau dua penduduknya yang masih mau memberikan suara. Jadi artinya, sebetulnya kalau ingin golput ya golputnya di TPS (Tempat Pemungutan Suara)," ujar Hendri.

Hendri mengatakan, keputusan untuk golput itu seharusnya dilakukan oleh masing-masing warga, bukan dengan cara mewakilkan dan mengembalikan surat pemberitahuan pemilih yang sudah diterima.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com