Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra RUU Larangan Minuman Beralkohol hingga Apa Saja yang Diatur...

Kompas.com - 14/11/2020, 19:04 WIB
Mela Arnani,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol menyita perhatian publik.

Pro dan kontra muncul seiring pembahasan aturan terkait minuman alkohol di Indonesia ini.

Pembahasan RUU terus mengalami penundaan sejak pertama kali diusulkan pada 2015. Kemudian, RUU masuk kembali dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR.

Baca juga: 15 Penyakit akibat Konsumsi Alkohol, Apa Saja?

Pengusul RUU Larangan Minol terdiri atas 21 anggota DPR, dengan 18 dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS, dan 1 orang dari Fraksi Partai Gerindra.

Salah satu pengusul, anggota DPR Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat mengonsumsi minuman beralkohol.

Menurut dia, minumal beralkohol belum diatur secara spesifik dalam Undang-Undang. Pengaturannya dalam KUHP, deliknya dinilai terlalu umum.

Baca juga: Viral Siswi SMA Negeri di Demak Diduga Pesta Miras, Ini Faktanya

Sementara itu, Illiza menilai aturan larangan minol merupakan amanah konstitusi dan agama, bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.

"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, 11 November 2020.

Sedangkan, masyarakat menyoroti terkait pelarangan minuman alkohol yang dapat berdampak terhadap mata pencaharian dan perekonomian.

Baca juga: 2 Remaja Tasikmalaya Tewas akibat Oplosan, Ini Bahaya Konsumsi Miras

Salah satunya, Ketua Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol (ADMA) Golongan A Bali, Frendy Karmana yang menyebut larangan minuman alkohol dapat memberi dampak buruk bagi daerah wisata.

Menurut dia, aturan akan berpotensi melahirkan transaksi jual beli ilegal atau pasar gelap. Sehingga, minuman alkohol akan tetap ada, tapi akan sulit dikontrol peredarannya karena dilarang.

"Dilarang tapi enggak mungkin bisa hilang yang ada black market, nanti ada pungli itu pasti. Jadi, akhirnya maksudnya barangnya tetap ada tapi malah enggak terkontrol," ujar Frendy, 13 November 2020.

Baca juga: Mengenal Hand Sanitizer LIPI, Berkadar Alkohol 65 Persen dan Dibuat Terbatas

Diminta dikaji ulang

Ilustrasi minuman keras oplosan. (Shutterstock) Ilustrasi minuman keras oplosan. (Shutterstock)

Frendy menilai, meskipun terdapat pengecualian penggunaan alkohol untuk acara atau tempat tertentu, pengawasan di lapangan akan menyulitkan.

Ia menambahkan, yang perlu ditegaskan terkait minuman beralkohol antara lain pengawasan dalam penjualannya, yaitu hanya warga dengan usia 21 tahun ke atas yang diperbolehkan membeli.

Sementara itu, Pemerintah NTT meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk mengkaji kembali RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Baca juga: Hasil Otopsi Kucing Viral Positif Dicekoki Ciu, Ini Bahaya Alkohol pada Hewan

Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT Marius Ardu Jelamu mengatakan, RUU dinilai merugikan masyarakat dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya.

"Saya yakin RUU ini pasti akan ditolak oleh masyarakat luas, terutama oleh masyarakat yang selama ini menjadikan itu sebagai potensi ekonomi dan budaya," ujar Marius, 13 November 2020.

Dengan tegas, aturan ini disebutkan tak bisa diterapkan di NTT, dikarenakan sopi (minuman alkohol tradisional) telah menjadi budaya masyarakat.

Menurutnya, RUU dapat saja diterima masyarakat jika negara memberi jaminan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Sebagai tambahan informasi, minuman tradisional dari NTT, sopi, masuk dalam daftar yang dilarang pada RUU.

Baca juga: Pemprov NTT: RUU Larangan Minuman Beralkohol Pasti Akan Ditolak Masyarakat

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyampaikan, RUU Larangan Minuman Beralkohol belum diperlukan, sehingga harus dipertimbangkan urgensi dibuatnya RUU ini.

Menurut dia, jika diatur terlalu ketat, minuman alkohol akan sangat sulit dijangkau dan berpotensi memunculkan oknum peracik alkohol secara ilegal.

"Kalau minuman beralkohol ini terlalu ketat peraturannya sehingga sangat sulit terjangkau justru menimbulkan munculnya pihak yang nakal yang melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri. Jadi harus betul-betul dipertimbangkan lagi," tutur Sahroni.

Menurut dia, yang diperlukan adalah ketentuan terkait minuman beralkohol, seperti larangan mengonsumsinya bagi orang berusia di bawah 21 tahun.

Baca juga: Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, Wakil Ketua Komisi III Khawatirkan Maraknya Oplosan

Apa yang diatur dalam RUU?

Ilustrasi minuman kerasKompas.com/Ronny Adolof Buol Ilustrasi minuman keras

Dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol), produsen hingga penjual minuman beralkohol terancam pidana 10 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar.

Diberitakan sebelumnya, dalam pasal 18 hingga 21 Bab IV tentang Ketentuan Pidana dalam draf RUU Larangan Minol menyebutkan, mereka yang melanggar aturan memproduksi, memasukkan, menyimpan, dan/atau mengedarkan minuman beralkohol akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sementara, masyarakat yang mengonsumsi minuman beralkohol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.

Jika pelanggaran mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dipidana dengan pidana pokok ditambah satu pertiga.

Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol: Masyarakat yang Konsumsi Terancam Pidana hingga 2 Tahun

RUU ini melarang setiap orang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kendati begitu, minuman beralkohol diperbolehkan untuk kepentingan terbatas seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Jenis minuman alkohol dalam RUU ini antara lain golongan A (kadar etanol kurang dari 5 persen), golongan B (kadar etanol antara 5-20 persen), dan golongan C (kadar etanol antara 20-55 persen).

Selain itu, juga dilarang untuk jenis minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan.

Jenis minuman beralkohol tradisional berasal dari pengolahan pohon kelapa, enau, atau racikan lainnya, seperti sopi, bobo, balo, tuak, arak, saguer atau dengan nama lainnya.

Baca juga: Tanggapan IDI soal Tudingan Kasus Corona merupakan Proyek Memperkaya Dokter

Penerimaan negara

Diketahui, penerimaan negara dari cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sampai akhir Juli sebesar Rp 2,64 triliun.

Jumlah ini turun dibandingkan realisasi tahun lalu senilai Rp 3,36 triliun.

Berdasarkan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode Agustus 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan, perlambatan pertumbuhan produksi MMEAA dalam negeri disebabkan penurunan produksi sejak April dan penutupan kawasan pariwisata yang menekan konsumsi MMEA dalam negeri.

Baca juga: Bisakah Asap Rokok Menularkan Virus Corona pada Perokok Pasif?

Secara umum, penerimaan cukai per 31 Juni sebesar Rp 88,82 triliun atau 51,35 persen dari targetnya.

Penerimaan cukai yang terdiri atas cukai Hasil Tembakau (HT), MMEA, dan Etil Alkohol (EA), tumbuh 7,01 persen dibandingkan Juli tahun 2019.

Penerimaan negara dari peredaran MMEA tahun 2014 sebesar Rp 5,298 triliun, tahun 2015 sebesar Rp 4,556 triliun, dan tahun 2016 sebesar Rp 5,304 triliun.

Baca juga: Mengenal Beda Rokok dan Vape...

Sumber: Kompas.com (Tsarina M, Haryanti Puspa, Imam R, Sigiranus M.B/Editor: Diamanty E, Kristian E, Muhammad I, Robertus B, Dheri A)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com