Keduanya menggambarkan adanya pertentangan pada UU tersebut.
Pada berita yang diturunkan pada 2 Oktober, omnibus law juga disebut sebagai ominbus bill.
"Pendukung omnibus bill mengatakan akan menarik investor dengan memangkas regulasi bisnis, mempercepat persetujuan proyek, dan menghilangkan banyak persyaratan perizinan," tulis New York Times, 2 Oktober.
Baca juga: INFOGRAFIK: Rekam Jejak Omnibus Law UU Cipta Kerja
Selain itu juga menuliskan hanya dua parpol yang tidak setuju dengan disahkannya UU itu.
"Dengan dukungan tujuh dari sembilan parpol Parlemen, anggota parlemen dengan mudah mengesahkan ukuran stimulus 905 halaman yang bertujuan untuk menarik investasi dengan memangkas peraturan yang terdapat di hampir 80 undang-undang terpisah," tulis New York Times (5/10/2020).
UU Cipta Kerja yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR mendapat pro kontra di tengah masyarakat.
Sesudah pengesahan, sejumlah aksi demo memprotes UU tersebut terjadi di beberapa daerah.
UU tersebut diprotes karena beberapa alasan, di antaranya karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan para buruh.
Baca juga: Disorot karena Sahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Apa Tugas dan Wewenang DPR?
Mengutip Kompas.com (17/10/2020) Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, publik saat ini lebih percaya dengan konten terkait UU Cipta Kerja yang beredar di media sosial, padahal menurutnya beberapa informasi yang tersebar adalah hoaks.
"Saya juga susah menjelaskan kepada publik karena kita lebih percaya dengan dunia medsos, yang beredar di media sosial," kata Irfan dikutip dari Kompas.com, Sabtu (17/10/2020).
Menurut Irfan beberapa hal yang masuk dalam kategori hoaks di antaranya soal ketiadaan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK hingga hak cuti.
"Banyak informasi yang kita dapatkan di medsos tentang hal-hal yang negatif, apalagi tentang klaster ketenagakerjaan. Terkait misalnya pesangon tidak ada lagi, cuti, dan sebagainya," tutur Irfan.
Baca juga: Simak, Ini Tata Cara dan Syarat Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK
Selain itu, sejak resmi disahkan menjadi UU pada 5 Oktober lalu, keberadaan draf UU Cipta Kerja menjadi pertanyaan.
Sebab, baik publik maupun anggota DPR belum dapat mengakses naskah UU tersebut.
Sebelumnya, pimpinan Badan Legislasi sempat membagikan draf RUU Cipta Kerja dengan nama penyimpanan " 5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna" kepada awak media . Disebutkan dokumen setebal 905 halaman itu yang disebut disahkan di dalam rapat paripurna.
Namun pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf lain dengan nama penyimpanan " RUU CIPTA KERJA-KIRIM KE PRESIDEN" setebal 1.035 halaman. Selanjutnya pada Senin malam, beredar draf berbeda setebal 812 halaman dengan nama penyimpanan "RUU CIPTA KERJA - PENJELASAN".
Baca juga: 5 Fakta RUU HIP, Diusulkan DPR RI hingga Ditolak Berbagai Pihak