Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajian WHO: Efek Remdesivir Kurangi Risiko Kematian akibat Covid-19 Kecil

Kompas.com - 17/10/2020, 15:10 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian besar yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa obat remdesivir tidak meningkatkan peluang kelangsungan hidup dalam kasus infeksi virus corona.

Melansir NZ Herald, Jumat (16/10/2020), sejauh ini, lebih dari 11.200 pasien yang dirawat di seluruh dunia karena Covid-19 ditangani dengan menggunakan remdesivir.

Selain remdesivir, ada beberapa obat anti-virus yang digunakan untuk merawat pasien Covid-19, yaitu lopinavir, hidroksikloroquin, interferon atau plasebo.

Namun, tidak satu pun dari obat-obatan tadi yang secara substansial memengaruhi risiko kematian.

Laporan dari penelitian yang dilakukan WHO itu menjadi pukulan bagi harapan bahwa dunia dapat lebih baik merawat pasien Covid-19 yang telah menyebar sejak akhir 2019.

Lebih dari satu juta orang di seluruh dunia telah meninggal akibat infeksi virus corona.

Temuan kajian WHO, yang disebut dengan Solidarity, menjadi berita yang sangat buruk bagi banyak negara di seluruh dunia.

Secara khusus di Amerika Serikat (AS), di mana remdesivir menjadi satu dari dua pengobatan yang mendapatkan otorisasi darurat dari Food and Drug Administration (FDA).

Baca juga: Harga Obat Remdesivir untuk Indonesia Turun Jadi Rp 1,5 Juta Per Vial

Sebelumnya, dalam sebuah pernyataan, Pemerintah AS menyebutkan, penelitian menunjukkan bahwa remdesivir telah meningkatkan peluang kelangsungan hidup bagi pasien Covid-19.

Obat ini juga diklaim mempersingkat waktu pemulihan orang-orang yang menderita penyakit infeksi virus corona jenis baru tersebut.

Bahkan, Pemerintah AS telah mengumpulkan persediaan remdesivir.

Regulator seperti FDA juga mencabut persetujuan darurat untuk obat lain yang ditemukan tidak efektif untuk mengobati Covid-19 melalui uji coba WHO.

Melansir The Guardian, obat tersebut, yang dibuat oleh perusahaan bioteknologi AS Gilead, disebut sebagai obat yang potensial dan digunakan oleh Presiden AS Donald Trump saat terinfeksi Covid-19.

Sebuah uji coba di AS sebelumnya menunjukkan bahwa obat tersebut dapat mengurangi lamanya waktu seorang pasien menjalani perawatan di rumah sakit.

Menurut WHO, perusahaan telah diberitahu hasil kajian itu, yang sebelumnya sebagai bagian dari kesepakatan untuk menyediakan obat secara gratis.

Banyak negara telah memasukkan remdesivir dalam daftar pengobatan mereka untuk pasien Covid-19, berdasarkan penelitian AS yang jauh lebih kecil yang menemukan obat tersebut mempersingkat masa tinggal di rumah sakit.

Komite pedoman WHO akan melihat data dari uji coba dan memutuskan rekomendasi apa yang akan dibuat tentang obat tersebut.

Baca juga: Covid-19, Pengobatan Donald Trump, dan Penggunaan Remdesivir... 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Tren
Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com