Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partikel Virus Bisa Bertahan hingga Dua Bulan di Dalam Tubuh, Ini Saran Epidemiolog

Kompas.com - 11/10/2020, 07:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Salah satu syarat pasien Covid-19 dinyatakan sembuh adalah apabila telah menjalani tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) dan hasilnya negatif.

Namun, terdapat beberapa kasus ketika pasien telah dirawat cukup lama, tetapi setelah dilakukan tes PCR hasil yang ditunjukan masih saja positif.

Seperti diberitakan Kompas.com, 24 Juni 2020, seorang pasien tanpa gejala di Brebes, Jawa Tengah harus menjalani 14 kali tes PCR sebelum akhirnya dinyatakan sembuh.

Sebelumnya, pasien tersebut telah menjalani karantina selama lebih dari dua bulan.

Selain di Brebes, kasus serupa juga ditemukan di Buleleng, Bali.

Diberitakan Kompas.com, 20 April 2020, seorang pasien dalam pengawasan yang sedang dalam masa isolasi, hasil tes PCR-nya selalu berubah-ubah.

Tes dilakukan sekitar 10 kali, dengan hasil terus berubah, yakni dari positif ke negatif, kemudian positif lagi. Padahal pasien itu telah menjalani isolasi selama 30 hari.

Baca juga: Sudah Mati, Sisa Virus Masih Bisa Terdeteksi Alat Tes PCR dalam Jangka Waktu Lama

Sisa virus dan reinfeksi

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, hasil tes PCR yang semula negatif kemudian selang beberapa waktu kemudian menjadi positif, bisa disebabkan oleh sisa-sisa virus dalam tubuh yang masih terdeteksi saat dilakukan tes.

"Tes PCR bukan mendeteksi virus secara spesifik, tapi bagian-bagian dari virus itu, partikel-partikelnya. Dalam literatur, ada yang bertahan sampai dua bulan, walaupun jarang," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).

Dicky mengatakan, hasil positif tes PCR yang dilakukan setelah sebelumnya pasien dinyatakan sembuh, tidak serta merta menunjukan bahwa pasien itu masih terinfeksi.

"Memang secara riset sejauh ini, kekebalan yang didapat itu bertahan dua sampai tiga bulan. Sementara, kasus reinfeksi tercepat terjadi di bulan keempat atau kelima. Artinya, kalau reinfeksi dia sakit lagi," kata Dicky.

Dicky menyebut bahwa strain virus corona baru SARS-CoV-2 di Indonesia sudah lengkap. Sehingga, potensi reinfeksi juga bisa terjadi.

Namun, Dicky mengatakan bahwa reinfeksi diakui terjadi hanya jika terjadi setelah dua bulan sebelumnya dinyatakan negatif.

"Saran saya, sebagai dokter, untuk memastikan dugaan ke arah infeksi, bisa dilihat dari tampilan klinisnya. Demam, batuk, sesak napas, patut kita curigai ada suatu yang mengarah, entah Covid-19 atau bukan, yang jelas harus diperiksa lebih lanjut," kata Dicky.

Baca juga: WHO Perbarui Kriteria Pasien Sembuh Covid-19, Tidak Perlu Dua Kali Swab Negatif

Efisiensi tes PCR

Di sisi lain, Dicky mengingatkan bahwa tes PCR tidak boleh sembarang dilakukan. Salah satu alasannya adalah keterbatasan kapasitas untuk tes tersebut di Indonesia.

"Jadi lebih baik PCR itu diprioritaskan pada kasus-kasus yang memang untuk mendiagnosa Covid-19. Sehingga, untuk menentukan pulih atau tidak, lebih pada diagnosa fisik ataupun tampilan klinis, dan pemeriksaan lain yang menunjang," kata Dicky.

"Tidak ujug-ujug langsung ke PCR. Untuk kasus-kasus seperti itu, apalagi tidak muncul gejala klinis ya buat apa PCR? Lebih baik suruh istirahat saja, dan jangan kemana-mana sampai diobservasi," ujarnya melanjutkan.

Pasien sembuh menurut WHO

Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com, 26 Juni 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan pedoman sementara yang diperbarui tentang manajemen klinis Covid-19 dan rekomendasi untuk mengeluarkan pasien dari isolasi.

Menurut WHO, pasien Covid-19 yang memenuhi sejumlah ketentuan, bisa dikeluarkan dari isolasi rumah sakit tanpa memerlukan pengujian ulang.

Hal itu berbeda dari rekomendasi awal WHO yang mengharuskan pasien untuk pulih secara klinis dan memiliki dua hasil tes swab negatif dari sampel berurutan yang diambil setidaknya 24 jam terpisah.

Dicky menyebut, rekomendasi WHO yang telah diperbarui itu dikeluarkan atas dasar terbatasnya kapasitas tes PCR.

"Harganya tinggi, sedangkan yang urgent saja lama dan susah. Jadi betul-betul harus selektif. Jangan dibebani pada hal-hal yang tidak esensial," kata Dicky.

Baca juga: Studi: Virus Corona Bisa Bertahan di Kulit Manusia Sekitar 9 Jam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com