Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amuba "Pemakan Otak" Ditemukan di Texas, AS, Ini Penjelasan Ahli LIPI

Kompas.com - 27/09/2020, 20:14 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Sumber CNN

 

KOMPAS.com - Temuan kasus amuba "pemakan otak" di delapan kota di negara bagian Texas, Amerika Serikat, membuat otoritas setempat mengeluarkan larangan penggunaan air sampai pengumuman lebih lanjut.

Larangan tersebut dikeluarkan sebab amuba itu telah ditemukan pada sumber air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari

Dilansir dari CNN International, Minggu (27/9/2020) larangan tersebut dikeluarkan oleh Texas Commission on Environmental Quality (TCEQ) kepada penduduk yang menggunakan layanan air dari Brazosport Water Authority (BWA).

"TCEQ atas arahan Kantor Gubernur bekerja sama dengan BWA untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin," bunyi larangan itu.

Diketahui, amuba yang menjadi biang keladi keluarnya larangan itu adalah Naegleria fowleri, amuba "pemakan otak", yang ditemukan di sumber air pada Jumat (25/9/2020) malam.

Baca juga: Anak Berusia 13 Tahun Meninggal Akibat Amoeba Pemakan Otak

Menginfeksi anak kecil

Penemuan keberadaan amuba itu berawal dari sebuah insiden pada 8 September lalu, ketika kota Lake Jackson, Texas, dikejutkan dengan kasus seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang dirawat di rumah sakit karena infeksi amuba.

Kasus yang menimpa anak itu diduga berasal dari dua sumber, yaitu air mancur di depan Lake Jackson Civic Center atau melalui air yang berasal dari saluran rumah di tempat anak itu tinggal. 

Pemerintah kota mengatakan air mancur segera ditutup dan mereka menyewa laboratorium pribadi untuk menjalankan tes pada sampel air dari air mancur.

Hasil tes terbukti negatif pada 14 September, namun Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) segera dihubungi untuk melakukan pengujian lebih lanjut.

Perwakilan dari Texas Department of Health Services mengumpulkan air dan menguji sampel untuk diserahkan kepada CDC.

Pada 25 September, tiga dari 11 sampel air dinyatakan positif terkontaminasi Naegleria fowleri.

Kasusnya jarang

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

The Florida Department of Health has just confirmed a new infection case involving a rarely encountered “brain-eating” amoeba. ? link in bio

Sebuah kiriman dibagikan oleh nerdist.com (@nerdist) pada 7 Jul 2020 jam 10:01 PDT

 

Peneliti amuba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Arif Nurkanto mengatakan, dari sudut pandang ilmiah Naegleria fowleri lebih tepat disebut free living organism ketimbang amuba.

Organisme tersebut memang bisa menginfeksi manusia, terutama anak-anak berusia di bawah 13 tahun. Arif menyebut, 80 persen korbannya adalah laki-laki.

"Kasusnya jarang, tapi fatal. Kebanyakan kasus ditemukan di AS. Di Asia Tenggara sendiri pernah dilaporkan di Thailand dan Vietnam," kata Arif saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Arif menyebut, kasus infeksi Naegleria fowleri terbilang jarang. Di AS dilaporkan hanya kurang dari 160 kasus dalam 25 tahun terakhir, tapi dampaknya memang fatal.

"Dari jumlah tersebut hanya 3-4 orang yang survive. Karena dia free living organism, tidak ada obat khusus yang bisa mengatasi secara efektif," ujar dia.

Baca juga: Infeksi Otak Langka dari Amoeba Pemakan Otak Ditemukan di Florida

Tidak menular antar manusia

Namun, Arief menyatakan bahwa organisme tersebut tidak bisa menular dari manusia ke manusia.

Infeksi terjadi karena Naegleria fowleri masuk lewat air melalui hidung, biasanya setelah bermain di danau, atau sungai.

"Di habitat alaminya, dia makan bakteri. Tetapi kalau dia menginfeksi manusia, dia akan tinggal di otak dan memakan otak dengan cara menghasilkan enzim protease specifik yang bisa melisiskan sel otak," kata Arif.

Arief menyebut, potensi keberadaan Naegleria fowleri di Indonesia memang ada, namun ia menambahkan agar tidak perlu khawatir berlebih.

Sebab, jumlahnya tidak memungkinkan untuk terjadinya infeksi.

"Kalau di Indonesia, organisme itu diversity atau ragamnya banyak, tapi jumlahnya terlalu sedikit. Artinya, dia memiliki banyak pesaing, sehingga jumlahnya tidak mencukupi untuk terjadinya infeksi," ujar dia

Sementara itu, Arief menyebut, untuk mencegah agar infeksi semacam itu tidak terjadi, maka perlu menjaga kebersihan air secara rutin.

Misalnya, dengan menyaring air dari keran yang akan digunakan untuk mandi, maupun dikonsumsi.

"Cara biasa saja sudah mencukupi. Kalau di AS, dia biasanya booming pas musim panas. Intinya, kebersihan air paling utama," kata Arif.

Baca juga: Ini Cara Sukses Vietnam Melandaikan Kurva Gelombang Kedua Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

Tren
Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

Tren
Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com