Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penunjukkan Eks Tim Mawar di Kemenhan Dinilai Tak Menghormati Korban HAM

Kompas.com - 27/09/2020, 19:27 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden RI Joko Widodo menunjuk dua mantan anggota Tim Mawar sebagai pejabat di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Dua nama yang dimaksudkan adalah Dadang H RIendrayudha dan Yulius Selvanus.

Penunjukan itu merupakan permintaan langsung dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Bahwa usulan Menteri Pertahanan sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dibahas dan mendapat persetujuan Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Pimpinan Tinggi Utama dan Pimpinan Tinggi Madya dalam sidang tanggal 18 September 2020," bunyi salah satu poin dalam surat Keputusan Presiden Nomor: 166/TPA Tahun 2020.

Penunjukkan dua mantan anggota Tim Mawar tersebut memicu sejumlah reaksi dan kritikan dari sejumlah pihak. 

Baca juga: Kontras Pertanyakan Alasan Jokowi Setuju Eks Tim Mawar Jadi Pejabat Kemenhan

Tak menghormati korban

Menanggapi hal itu, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan, penunjukan ini merupakan bentuk ketidakberpihakan pemerintah terhadap para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

"Saya kira ini menyedihkan dan tidak berpihak pada korban, seperti orang hilang, orang diculik dan sebagainya, yang sampai sekarang belum selesai persoalannya," kata Hendardi kepada Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Hal ini juga mengindikasikan bahwa kepemimpinan presiden tak mampu memutus jerat rantai masa lampau.

Menurut Hendardi, sikap pemerintah tersebut sudah terlihat sejak Prabowo masuk ke dalam kabinet Jokowi.

"Masuknya Prabowo itu kemudian diikuti tindakan permisif lainnya. Politik itu kan ada norma dan etika, jadi saya kira kalau membenarkan atau melakukan hal-hal permisif seperti itu, kita sebetulnya tidak menciptakan etika politik di masa depan," jelas dia.

Hendardi menjelaskan, sejak dulu belum ada perubahan substansial untuk mengubah Indonesia dari otoritarian ke demokrasi.

Salah satu tanda suatu negera melakukan perubahan substansial adalah menghukum pelaku pelanggaran hukum di masa lalu, menghakimi secara adil, dan memberikan hak-hak kepada para korban.

Baca juga: Disetujui Jokowi, Prabowo Tunjuk 2 Eks Anggota Tim Mawar Jadi Pejabat Kemenhan

Kontradiktif dengan janji kampanye

Selain itu dia menilai, penunjukan dua mantan anggota Tim Mawar mengindikasikan bahwa janji-janji Jokowi untuk menyelesaikan masalah HAM tidak terwujud, bahkan kontradiktif.

Meskipun tak memiliki kasus pelanggaran HAM, ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan HAM di masa lalu bisa juga dikatakan melanggar HAM.

"Itu tidak bisa dibenarkan atau dibantah dengan mengatakan bahwa seolah-olah pada zaman dia tidak ada pelanggaran HAM," tutur dia.

"Dalam terminologi HAM, penguasa itu selalu diwajibkan menyelesaikan persoalan masa lalu. Ketika dia tidak melakukan proses hukum itu, dia bisa disebut melanggar hak asasi manusia," lanjutnya.

Menurutnya, jika Jokowi masih mengakomodasi pelanggar HAM di masa lalu, maka persoalan HAM di Indonesia tidak akan bisa selesai.

"Saya kira itu cuma mimpi," tutupnya.

Baca juga: Eks Tim Mawar Jadi Pejabat Kemhan, Jokowi Dinilai Makin Ingkar Janji

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Tren
Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Tren
Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com