Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Bambang Trihatmodjo, Putra Soeharto yang Menggugat Sri Mulyani

Kompas.com - 19/09/2020, 19:35 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Bambang menjadi putra presiden kedua yang ikut PON setelah Hutomo Mandala Putra mewakili DKI Jakarta ikut Power Boating di PON 1989.

Baca juga: Mengenang Lukman Niode, Legenda Renang Indonesia yang Meninggal karena Covid-19

Harian Kompas, 13 September 1996 memberitakan, Bambang mengaku telah mencintai olahraga menembak sejak remaja.

"Saya sudah sejak remaja menggemari olahraga menembak, dalam tiap kesempatan saya lakukan termasuk menembak burung. Tetapi saya tidak punya lapangan sendiri yang dibuat di samping rumah atau di mana saja," kata pria kelahiran Solo, 23 Juli 1953 itu.

Sayangnya, ia gagal menyumbangkan emas bagi Sulawesi Utara di ajang PON XIV yang berlangsung di Jakarta itu.

Baca juga: Saat Majunya Gibran Bisa Timbulkan Kecemburuan Kader Partai...

Jerat kasus SEA Games 1997

Masih di tahun yang sama, Bambang dipilih menjadi Ketua Konsorsium Pelaksana SEA Games XIX 1997 di Jakarta.

Namun, pelaksanaan SEA Games ini menjadi awal mula kasus panjang yang menyeret nama Bambang hingga saat ini.

Harian Kompas, 2 Juli 1999 memberitakan, konsorsium awalnya adalah sebuah nama yang sangat populer yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Kesra selaku ketua badan pembina penyelenggara SEA Games XIX 1997.

Baca juga: Trending Topic Taufik Hidayat dan Lingkaran Korupsi di Kemenpora...

Dalam keputusan Nomor 14/ Kep/Menko/Kesra/VII/1996 itu, konsorsium ditugaskan menyediakan dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan SEA Games XIX. Untuk itu konsorsium mendapat dukungan pemerintah dalam bentuk kemudahan dan keringanan.

Kemudahan dan keringanan itu antara lain, mendapatkan wewenang penjualan stiker, penjualan produk-produk promosi, pengumpulan natura, partisipasi dunia usaha, dan pembebasan bea masuk untuk barang tertentu.

Dalam pelaksanaannya ternyata memang semua tidak berjalan sesuai skenario dan ditemukan sejumlah masalah.

Baca juga: Cerita SEA Games 2019, Salah Penulisan Kode Indonesia hingga Emas Pertama Polo Air...

Di sisi lain, jumlah anggaran sering berubah.

Dari semula hanya diperkirakan Rp 70 miliar, lalu meningkat menjadi Rp 105, dan terakhir menjadi Rp 150 miliar, yaitu Rp 35 miliar untuk persiapan kontingen Indonesia dan Rp 115 miliar untuk penyelenggaraan.

Ketika itulah konsorsium mulai mencari "terobosan" dengan meminta pinjaman dana kepada pemerintah, yang tanpa disadari banyak pihak, dana itu adalah Dana Reboisasi.

Melalui Sekretariat Negara, pemerintah memberikan pinjaman Rp 35 miliar dari Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan tanpa bunga.

Baca juga: Mengenal Netflix, Perusahaan yang Pajaknya Dikejar Sri Mulyani

Akan tetapi, dalam perjalanannya pihak Konsorsium SEA Games XIX justru meminta agar pinjaman itu dialihkan kepada pemerintah.

Mereka berdalih bahwa SEA Games seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan ketika itu pemerintah tidak mengeluarkan dana sama sekali.

Karenanya, mereka menganggap wajar jika penyelesaian utang itu dikembalikan kepada pemerintah dengan meminta bantuan Presiden BJ Habibie.

Baca juga: Saat Pemerintah Hapuskan Proyek Pesawat R80, Impian Terakhir BJ Habibie...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com