Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kematian Corona Tinggi, Haruskah Jatim dan Jateng Tarik Rem Darurat?

Kompas.com - 10/09/2020, 06:35 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan sejumlah faktor, di antaranya ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.

Dengan demikian, penerapan PSBB transisi di Jakarta pun dicabut dan PSBB kembali diterapkan pada 14 September.

"Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin," ujar Anies, dikutip dari Kompas.com Rabu (9/9/2020).

Baca juga: Pemprov DKI Lakukan Pengetatan PSBB di Jakarta Mulai 14 September

Daerah lain di Jawa

Selain DKI Jakarta, opsi kembali menerapkan PSBB ketat dinilai juga perlu dilakukan oleh daerah lain di pulau Jawa.

Ahli epidemiologi Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, provinsi lain seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat perlu mengambil opsi tersebut.

"Jatim dan Jateng harus segera ambil langkah rem darurat juga. Karena angka kematian di dua daerah itu juga tinggi," kata Dicky kepada Kompas.com (9/9/2020).

Sebab menurut Dicky, apa yang terjadi di DKI juga terjadi di daerah lain di Jawa.

Sehingga menurut dia, Jatim dan Jateng perlu dilakukan kembali PSBB setelah melihat dari kapasitas pelayan kesehatan dan beban yang ada.

"Kondisi fasilitas kesehatan dan angka kematian jadi indikator dan harus segera dilakukan evaluasi," kata dia.

Baca juga: Kasus Corona di Jateng Meningkat, Ganjar: Seperti Kita Menjala Ikan...

Indikator

Dicky menyebut, selain indikator kapasitas kesehatan dan angka kematian, Jatim dan Jateng juga dinilai menjadi daerah yang minim dalam jumlah testing.

Dari data kondisi 7 September 2020, tes PCR per satu juta penduduk dalam seminggu terakhir paling tinggi dilakukan DKI dengan 3.048 tes per satu juta penduduk.

Selanjutnya adalah Kalimantan Timur dengan 2.157, diikuti Yogyakarta 1.198, Sulawesi Utara 1.197 dan Kalimantan Selatan 1.128.

Sementara Jatim, Jateng dan Jabar masing-masing 480, 441 dan 301.

"Artinya kondisi ini bisa menyimpan bom waktu wabah," kata Dicky.

Namun pihaknya juga kembali mengingatkan, selain opsi PSBB juga harus diikuti optimasliasi testing, tracing, isolasi karantina optimal.

"Sayangnya selain DKI, dan Yogya daerah lain masih minim. Ini yang masih harus dikejar dalam waktu yang singkat," jelas dia.

Selain DKI Jakarta, daerah lain di Jawa menurut Dicky perlu segera mengejar ketertinggalan dalam jumlah testing dan tracingnya.

"Jika indikator beban rumah sakit dan kematian tinggi, dikejar terus testing dan tracing dan isolasi karantina untuk menggejar ketertinggalan," jelas Dicky.

Baca juga: Saat Anak Merasakan Gejala atau Positif Covid-19, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com