Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isolasi Mandiri karena Covid-19, Ini 2 Cara Deteksi Dini Happy Hypoxia

Kompas.com - 08/09/2020, 06:57 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comHappy hypoxia syndrome menjadi kekhawatiran baru terhadap kondisi para pasien Covid-19 tanpa gejala.

Kasus di beberapa daerah menunjukkan, orang tanpa gejala atau mengalami gejala ringan Covid-19 mengalami happy hypoxia yang ditandai dengan saturasi oksigen dalam darah yang tiba-tiba menurun hingga berakibat fatal.

Mereka yang positif Covid-19 tanpa gejala atau hanya mengalami gejala ringan biasanya akan diminta melakukan isolasi mandiri dengan pemantauan petugas kesehatan.

Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur dan Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS, Surakarta, Jawa Tengah, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan, menemukan penyebab munculnya happy hypoxia menjadi pekerjaan rumah baru yang harus ditemukan jawabannya.

Saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/9/2020), Tonang mengatakan, penderita sindrom itu tidak menunjukkan gejala umum yang dialami oleh orang yang mengalami kekurangan oksigen.

Sebaliknya, mereka justru tampak sehat dan baik-baik saja.

Baca juga: Berpacu dengan Waktu, Menemukan Penyebab Happy Hypoxia pada Pasien Covid-19

Bagi mereka yang menjalani isolasi mandiri diimbau untuk mewaspadai kondisi ini karena tidak mendapat pengawasan 24 jam dari tenaga kesehatan.

Apa yang bisa dilakukan untuk mendeteksi dini happy hypoxia?

Tonang mengatakan, untuk mengantisipasi dan mendeteksi dini happy hypoxia syndrome, ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu:

  • Tarik napas dalam-dalam 2-3 kali. Bila timbul rangsangan batuk, waspadai risiko hipoksia.
  • Menggunakan alat Pulse Oxymetri di ujung jari, untuk mengukur saturasi oksigen.

"Keduanya dilakukan berkala, minimal pagi-siang-sore-malam," kata Tonang.

Pasien dan keluarganya juga diingatkan lebih waspada jika muncul kondisi sebagai berikut: 

  • Frekuensi napas makin cepat
  • Merasa cepat lelah
  • Ada rasa berat di dada saat bernapas

Jika terjadi tiga kondisi di atas, maka harus segera melapor ke faskes terdekat.

Baca juga: Banyak Klaster Keluarga, Lakukan Ini jika Saudara Anda Positif Covid-19

Seperti diberitakan Kompas.com, 12 Agustus 2020, Dokter spesialis paru sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, mengatakan, hypoxia syndrome diawali dengan peradangan paru-paru atau pneumonia yang membuat perputaran oksigen terganggu.

"Darah yang kurang oleh oksigen ini kan nantinya akan masuk ke jantung dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Akibatnya, jaringan-jaringan dan organ tubuh yang lain ikut mengalami kekurangan oksigen, yang disebut sebagai hypoxia," kata Agus.

Kondisi tersebut terjadi ketika seseorang yang mengalami hypoxia syndrome, tetapi terlihat seperti orang normal.

"Pengalaman saya sebagai dokter paru yang juga merawat pasien Covid-19, ternyata memang kasus-kasus pasien dengan happy hypoxia itu memang terjadi," kata dia.

Apa yang dialami pasien happy hypoxia sydrome  masih menjadi tanda tanya di dunia medis.

Para peneliti di dunia pun tengah melakukan kajian atas temuan happy hypoxia pada penderita Covid-19.

Baca juga: Seperti Ini Gejala Ringan, Sedang, dan Berat pada Pasien Covid-19

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Happy Hypoxia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com