KOMPAS.com - Awal tahun 2020, masyarakat Indonesia digegerkan dengan operasi tangkap tangan seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hari ini, Senin (24/8/2020), Wahyu dijatuhi vonis enam tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Mengadili, menyatakan terdakwa 1, Wahyu Setiawan, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer dan korupsi sebagaimana dakwaan kumulatif kedua," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani, dikutip dari Antara, Senin (24/8/2020).
Wahyu dinyatakan terbukti menerima suap dari Harun Masiku, eks caleg PDIP yang kini masih buron, melalui kader PDIP, Saeful Bahri.
Ia bersama mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridellina, dinilai terbukti menerima uang sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta.
Suap diberikan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR F-PDIP menggantikan Riezky Aprilia melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Selain itu, Wahyu juga didakwa menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait seleksi calon anggota KPUD Papua Barat 2020-2025.
Baca juga: Wahyu Setiawan Divonis 6 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan KPK
Berikut perjalanan kasus hukum Wahyu Setiawan, eks komisioner KPU.
8 Januari 2020
KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan atas dugaan penerimaan suap.
Penyidik KPK menggeledah dan menyegel ruang kerja Wahyu di kantor KPU, Jakarta. Petugas juga menggeledah rumah dinas Wahyu di Pejaten, Jakarta Selatan.
9 Januari 2020
Sehari setelah penangkapan, Wahyu ditetapkan tersangka oleh KPK untuk kasus suap terkait penetapan anggota DPR 2019-2024.
Ia menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Agustiani Tio Fridellina, Harun Masuki (masih buron), dan Saeful Bahri.
10 Januari 2020