Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung Cepat Membesar? Ini Kata Ahli Teknik Sipil

Kompas.com - 24/08/2020, 16:43 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebakaran hebat terjadi di gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta pada Sabtu (22/8/2020) malam. 

Kebakaran diketahui berasal dari lantai enam yang merupakan bagian kepegawaian dan meluas hingga api melalap seluruh gedung.

Petugas pemadam kebakaran yang dikerahkan untuk memadamkan api, akhirnya berhasil menjinakkan si jago merah pada Minggu (23/8/2020) dini hari.

Dugaan penyebab kebakaran

Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Ashar Saputra mengatakan ada beberapa kemungkinan penyebab kebakaran itu membesar.

Menurut dia, kebakaran besar itu dimungkinkan oleh bahan bangunan yang banyak menggunakan bahan mudah terbakar.

"Atau bisa juga adanya banyak furniture atau dokumen-dokumen sehingga mudah terbakar," kata Ashar saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/8/2020).

Baca juga: Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan Minta Kejagung Lakukan Sejumlah Hal Ini

Namun, faktor yang kerap menjadi titik lemah pada pengelolaan bangunan gedung adalah pemeriksaan sistem pencegahan kebakaran.

Dalam hal ini, Ashar menyebut banyak pengelola gedung yang abai terhadap pengetesan fungsi secara berkala pada sistem pencegahan kebakaran.

"Untuk bangunan yang sangat vital seperti kejagung, mestinya SOP pengelolaan gedungnya paripurna dan kontrol fungsi sistem pencegahan kebakaran harus sangat baik," jelas dia.

"Secara umum, para pengelola gedung belum menjalankan pemeriksaan berkala fungsi sistem pencegahan kebakaran, juga pelatihan bagi para pengguna gedung bagaimana mengantisipasi terjadinya kebakaran," sambung dia.

Bisa dideteksi sejak dini

Ashar menjelaskan, keberadaan panas, asap, dan sumber api pada suatu gedung harus bisa dideteksi sedini mungkin demi menghindari terjadinya kebakaran di luar kendali.

Tak hanya gedung Kejagung, semua gedung akan menjadi rentan ketika sistem pencegahan kebakaran gagal beroperasi.

Sistem pencegahan kebakaran ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan dan Permen PU No. 26 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

"Sekiranya peraturan-peraturan tadi sudah dipenuhi, dan sistem berfungsi dengan baik, maka kejadian kebakaran besar bisa dihindari," tutur dia.

Baca juga: Olah TKP, Puslabfor Mabes Polri Periksa Seluruh Penyebab Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung

Namun, Ashar menyebut bahwa menambahkan sistem pencegahan kebakaran pada bangunan yang sudah lama bukan perkara yang sederhana.

Untuk diketahui, gedung utama Kejagung yang terbakar pada Sabtu malam disebut terdaftar sebagai cagar budaya.

"Artinya usianya sudah cukup lama. Terkadang tidak sederhana untuk menambahkan sistem pencegahan kebakaran pada bangunan yang sudah lama," kata Ashar.

"Meskipun, menurut peraturan yang berlaku, semua gedung baru atau lama harus dilengkapi sistem pencegahan kebakaran," jelas dia.

Baca juga: India Lakukan Tes Covid-19 Satu Juta per Hari, Bagaimana Metodenya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com