Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Kurikulum Darurat, Bagaimana Penerapannya, serta Dampaknya...

Kompas.com - 10/08/2020, 06:04 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru-baru ini mengumumkan adanya penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.

Hal itu terungkap dalam paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim disampaikan dalam Webinar Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, Jumat (7/8/2020).

Ada 2 hal yang akan dilakukan pemerintah, yaitu perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning dan menerapkan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus).

Baca juga: Berikut Syarat Pembukaan Kembali Sekolah di Tengah Pandemi

Apa itu kurikulum darurat?

Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan kurikulum darurat merupakan salah satu pilihan yang bisa diambil satuan pendidikan yang melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

"Untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, SMK kami telah menyusun kurikulum darurat yaitu penyederhanaan kompetensi dasar yang ditunggu-tunggu guru," kata Nadiem dalam webinar yang disiarkan di YouTube, Jumat (7/8/2020).

Imbuhnya, penyederhanaan itu mengurangi secara dramatis kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.

Sehingga peserta didik akan fokus kepada kompetensi yang esensial dan kompetensi yang menjadi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran ke tingkat selanjutnya.

Baca juga: Netflix, Diburu Sri Mulyani, Dirangkul Nadiem Makarim

Tidak wajib dipilih

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar  Makarim  melantik  29  Pejabat  Eselon  1  dan  2,  Rektor,  serta  Pejabat Fungsional Ahli Utama, secara virtual, pada Selasa (21/07/2020). Dok. Kemendikbud Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim melantik 29 Pejabat Eselon 1 dan 2, Rektor, serta Pejabat Fungsional Ahli Utama, secara virtual, pada Selasa (21/07/2020).

Pelaksanaan kurikulum berlaku sampai akhir tahun ajaran, jadi tetap berlaku walau kondisi khusus (pandemi) sudah berakhir.

Namun Nadiem mengatakan kurikulum darurat tidak wajib dipilih.

Opsi lain selain itu, satuan pendidikan bisa memilih tetap menggunakan kurikulum nasional 2013 atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

"Yang ingin saya tekankan adalah satuan pendidikan tidak wajib mengikuti kurikulum darurat ini," kata Nadiem.

Baca juga: Terobosan Merdeka Belajar Nadiem Makarim, Ubah Sistem Zonasi hingga Hapus UN

Bagaimana melaksanakan kurikulum darurat itu?

Kemendikbud melihat seluruh kompetensi dasar lalu memilih yang esensial (yang akan menjadi fondasi pada tahap berikutnya).

Harapannya satuan pendidikan bisa fokus pada mata pelajaran tertentu saja.

Nadiem mencontohkan misalnya pada SD Kelas 1 untuk mata pelajaran yang diajarkan hanya Bahasa Indonesia, Matematika, dan Penjaskes.

Baca juga: Selain Udang Asal Sulawesi, Ini 5 Hewan di Indonesia yang Terancam Punah

 

Pengurangan kompetensi dasar

Indriana , siswa SMK N 1 Magetan  terpaksa ngasak (mencari sisa padi disawah yang habis dipanen)  agar bisa membeli HP untuk belajar secara daring.  Dia juga sering menerima ejekan dari teman sekolahnya di SMP karena tinggal di rumah bekas kandang ayam.KOMPAS.COM/SUKOCO Indriana , siswa SMK N 1 Magetan terpaksa ngasak (mencari sisa padi disawah yang habis dipanen) agar bisa membeli HP untuk belajar secara daring. Dia juga sering menerima ejekan dari teman sekolahnya di SMP karena tinggal di rumah bekas kandang ayam.

Dengan pengurangan kompetensi dasar pada Bahasa Indonesia adalah 45 persen, Matematika 22 persen, dan Penjaskes 38 persen.

"Jadi lebih baik kita mendalami yang esensial daripada semua kompetensi dasar harus tuntas, tapi tidak ada yang tercapai dengan cara yang benar," katanya.

Nadiem juga mengatakan kurikulum darurat diharapkan akan memudahkan proses pembelajaran masa pandemi.

Baca juga: Jepang Hadapi Babak Baru Pandemi Corona, Bagaimana Situasinya?

Berikut ini dampak yang akan timbul dari pelaksanaan kurikulum darurat:

  • Tersedia acuan kurikulum yang sederhana bagi guru.
  • Beban mengajar guru berkurang.
  • Guru dapat fokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual.
  • Siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum dan dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual.
  • Orang tua lebih mudah mendampingi anaknya belajar di rumah
  • Kesejahteraan psikososial siswa, guru, dan orang tua meningkat.

Baca juga: Saat SMK Menjadi Pemasok Angka Pengangguran Tertinggi di Indonesia...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com