Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Corona Disebut Menyebar Melalui Udara, Amankah Beraktivitas Outdoor?

Kompas.com - 12/07/2020, 10:08 WIB
Nur Rohmi Aida,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui adanya potensi penularan virus corona melalui udara pada Kamis (9/7/2020).

Bukti menunjukkan, konsentrasi virus SARS-CoV-2 di udara tetap tinggi selama berjam-jam di udara stagnan, dan dapat menginfeksi seseorang ketika mereka menghirupnya.

Adapun risiko paling tinggi adalah berada di dalam ruangan tertutup dengan ventilasi buruk.

Baca juga: Indonesia Disebut Masuk Fase Berbahaya, Kapan Pandemi Akan Berakhir?

Meski demikian, amankah beraktivitas di ruang terbuka?

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan aktivitas outdoor atau beraktivitas di ruang terbuka aman dilakukan, asalkan masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan.

"Outdoor activities lebih aman namun tetap harus menjaga jarak, memakai masker dan biasakan cuci tangan," ujar DickY saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/7/2020).

Ia juga mengatakan, aktivitas outdoor bisa lebih diperbanyak dibandingkan dengan indoor.

Seperti yang telah dijelaskannya di atas, Dicky menekankan mengenai pentingnya penggunaan masker baik saat beraktivitas indoor maupun outdoor.

"Gunakan masker di dalam dan luar ruangan. Kecuali di rumah," ucap dia.

Baca juga: Fakta Baru Kasus Corona di Indonesia, dari Rekor Kasus Baru hingga Jumlah Kasusnya Dekati China

Sementara itu, seorang ahli epidemiologi dan asisten profesor di Harvard Medical School, Julia L. Marcus juga mengatakan hal serupa.

Mengutip New York Times (15/5/2020), Julia mengatakan, berkegiatan di luar ruangan tetap diperlukan. Namun upaya untuk menerapkan risiko pengurangan virus juga harus dilakukan.

“Kita tahu bahwa berada di luar rumah berisiko lebih rendah untuk penularan virus corona daripada berada di dalam ruangan. Di akhir pekan yang cerah dan indah, saya pikir pergi ke luar diindikasikan, tetapi saya juga berpikir ada hal-hal yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko,” ujar Julia.

Baca juga: Desakan WHO, Penyebaran Virus Corona, dan Tingginya Kasus Covid-19 di AS...

Seorang Profesor Kedokteran di Vanderbilt University, William Schaffner mengingatkan, meskipun virus corona lebih berpotensi menular di ruang tertutup, tidak berarti orang-orang bebas untuk berkerumun di tempat terbuka seperti misalnya pantai.

"Virus ini benar-benar menyukai orang-orang yang berada di dalam ruangan di ruang tertutup untuk waktu yang lama dalam kontak dekat," kata William sebagaimana dikutip dari Business Insider (17/5/2020).

Mengutip ABC News (3/7/2020), dibandingkan melakukan pertemuan di dalam ruangan tertutup, melakukan pertemuan dalam jumlah kecil di luar ruangan akan jauh lebih aman.

"Ketika Anda berada di ruangan kecil di dalam ruangan, Anda akhirnya menghirup banyak udara yang tidak diedarkan. Berada di luar ruangan jauh lebih baik daripada di dalam ruangan, di mana jumlah volume udara dibatasi dan resirkulasi sedikit," kata Dr Barun Mathema, Asisten Profesor Epidemiologi dari Universitas Mailman Columbia.

Baca juga: Fakta Baru Kasus Corona di Indonesia, dari Rekor Kasus Baru hingga Jumlah Kasusnya Dekati China

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com