Dicky mengatakan, artinya, sekolah-sekolah yang berada di wilayah yang saat ini berstatus zona hijau, belum tentu 100 persen aman dari risiko keberadaan Covid-19.
Baca juga: Sekolah di Zona Hijau Bisa Dibuka Lagi, seperti Apa Kriteria Zona Hijau?
Alasan kedua, kondisi psikis siswa-siswi yang harus terlebih dahulu dipersiapkan sebelum akhirnya kembali bersekolah.
Dicky menyebutkan, sebelum anak-anak dikembalikan ke sekolah, kondisi mentalnya harus dipastikan baik dan sehat.
Hal ini karena fakta yang terjadi di berbagai negara menunjukkan pandemi ini memiliki dampak psikologis terhadap anak-anak.
"Jangan disamakan respons mental anak dengan dewasa, mereka itu dalam kondisi belum tentu langsung siap masuk sekolah. Harus ada program transisi yang menyiapkan anak-anak secara mental, perilaku, dan fisiknya," jelas dia.
Dicky mencontohkan, seorang anak yang baru saja kehilangan anggota keluarga atau teman akibat virus corona. Kondisi ini tentu membutuhkan program dukungan tertentu.
"Itu sebabnya saya sampaikan (membuka kembali sekolah) tidak sesederhana seperti buka shopping mall," ujar Dicky.
Baca juga: Jika Zona Hijau Bulan Depan SMP-SMA Masuk, SD Masih September 2020
Selain dua alasan di atas, ada hal yang juga harus dipahami sebelum memutuskan pembukaan kembali aktivitas belajar mengajar di sekolah.
Hal itu terkait interaksi yang terjadi di sekolah antara siswa dengan siswa atau guru dengan siswa, yang bisa saja ada yang memiliki riwayat sakit bawaan sehingga berisiko tinggi.
"Menyangkut kelompok usia anak, studi terbaru kasus Covid-19 pada anak menemukan potensi anak terinfeksi bukan hanya pada paru, tapi juga ginjalnya. Selain sebelumnya ada manifestasi multisistem inflmatory syndrome," kata Dicky.
Faktor lain yang harus dipertimbangkan, interaksi antar-penghuni sekolah yang terjadi di dalam kelas, laboratorium, perpustakaan, atau ruangan tertutup lainnya.
"Selain adanya kelompok anak dan dewasa di sana, juga karena interaksi ini terjadi di ruangan tertutup (indoor) yang secara teori dan fakta riset Covid-19, kondisi indoor jauh lebih berisiko dibanding outdoor," kata dia.
Diberitakan Kompas.com, Senin (15/6/2020), Mendikbud Nadiem Makarim menyebut keputusan ini diambil berdasarkan masukan dari para ahli dan pakar kesehatan, termasuk epidemiolog.
Namun, Dicky meminta data masukan dan saran pakar tersebut dibuka secara transparan.
"Saya berharap, siapa (ahli dan pakar) yang terlibat, hasil pertemuan dan rekomendasinya dibuka ke publik. Sehingga publik semakin yakin, termasuk saya, bahwa pertimbangan keputusan ini sudah matang," kata dia.
Baca juga: Sekolah Dibuka Lagi di Zona Hijau, Gugus Tugas Ingatkan Protokol Kesehatan