Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Perang Tagar di Media Sosial, Efektifkah Pengaruhi Persepsi Publik?

Kompas.com - 12/06/2020, 19:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial merupakan sebuah keniscayaan pada era digital.

Berdasarkan laporan Hotsuite pada 2019, pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau naik 15 persen dibandingkan dari tahun 2018.

Namun, arus informasi yang begitu besar dan cepat melalui media sosial, kerap mengaburkan garis antara kebenaran dan kebohongan.

Penggunaan tanda pagar atau tagar pun menjadi salah satu pilihan agar informasi yang ingin disampaikan semakin menggema dan menjadi perhatian di media sosial.

Tak jarang terjadi perang tagar antar kubu yang saling berseberangan. Biasanya, perang tagar muncul saat merespons kebijakan publik.

Misalnya, dalam beberapa hari terakhir, ketika keluhan melonjaknya tagihan listrik banyak diunggah warganet.

Ada tagar #PLNVangke yang kemudian diikuti dengan munculnya "tagar tandingan" #TagihanPLNOkSaja.

Sebelumnya, saat mahasiswa menuntut adanya keringanan pembayaran UKT selama pandemi virus corona, perang tagar terjadi antara #MendikbudDicariMahasiswa dan #NadiemMendengar dengan narasi yang saling berlawanan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Efektifkah perang tagar untuk memengaruhi persepsi publik?

Baca juga: Ramai Tagar #MendikbudDicariMahasiswa di Twitter, Ini Tanggapan Kemendikbud

Spiral of silence

Pengamat Komunikasi dan Budaya Digital Universitas Indonesia Firman Kurniawan mengatakan, kondisi itu muncul karena adanya situasi yang belum final penjelasannya.

Dengan kata lain, belum ada kejelasan tentang suatu persoalan yang menjadi perhatian publik.

Di sisi lain, publik memiliki ruang untuk mengungkapkan pendapat atas fakta yang terjadi dan hal itu merupakan hal biasa.

"Kekerapan interaksi yang bolak-balik nampak seperti perang opini dan di media sosial akan nampak sebagai perang tagar, di antara dua pihak," kata Firman saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

"Ujung interaksi ini, pada suatu titik, akan terjadi keseimbangan opini, dan diterima sebagai penjelasan yang paling masuk akal. Dalam teorinya ini disebut sebagai spiral of silence," sambungnya.

Dalam realitas komunikasi digital, menurut Firman, seringkali jumlah kuantitatif lebih penting dibandingkan substansi pesan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Tren
Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Tren
Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com