KOMPAS.com - Vitamin D sempat disebut-sebut sebagai salah satu obat yang bisa menyembuhkan Covid-19.
Sebelumnya hydroxychloroquine juga disebut-sebut dapat menyembuhkan.
Tapi WHO lalu menghentikan percobaan klinis setelah menemukan bahwa pasien dengan penyakit parah kemungkinan besar meninggal setelah mengonsumsinya.
Baca juga: Kriteria dan Kapan New Normal Bisa Diterapkan, Siapkah Daerah-daerah di Indonesia?
Di Amerika Serikat dan Inggris, vitamin D sempat viral sebagai obat corona. Semua berawal ketika para peneliti di AS dan Inggris membandingkan tingkat vitamin D dari berbagai negara dengan tingkat kematian corona.
Dilansir CNN, Selasa (26/5/2020), ditemukan hubungan antara keduanya. Negara-negara yang melaporkan tingkat vitamin D rendah memiliki tingkat kematian tinggi.
Orang yang kekurangan vitamin D antara lain lansia dan orang berkulit gelap. Hal yang terjadi pada lansia adalah seiring bertambahnya usia, manusia kurang efisien dalam memproduksi vitamin D sendiri.
Sementara itu pada orang berkulit gelap, warna kulit tersebut dapat membuat kulit sulit menyerap sinar matahari. Sehingga sulit memproduksi vitamin D sendiri.
Baca juga: 23.165 Kasus Terkonfirmasi di Indonesia, Ini 7 Daerah dengan Kasus Covid-19 Tertinggi
Lalu sebenarnya bagaimana efek dari mengonsumsi vitamin D?
Seperti vitamin lainnya, vitamin D adalah mikronutrien esensial yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk fungsi sel normal, pertumbuhan, dan perkembangan.
Fungsi utama vitamin D adalah untuk membantu tubuh menyerap kalsium dan fosfat. Sehingga menjaga otot dan gigi tetap sehat, tulang kuat, dan kecil kemungkinannya patah.
Tubuh membuat vitamin D ketika kulit terpapar langsung ke matahari. Paparan tidak langsung seperti sinar matahari dari jendela tidak akan menghasilkan vitamin D.
Manfaat vitamin D tidak lebih dari melindungi perkembangan tulang dan otot. Ini membantu sel-sel saraf otak membawa pesan dan membantu sistem kekebalan tubuh melawan bakteri dan virus yang menyerang.
Baca juga: Kurma untuk Penderita Diabetes, Apakah Aman?
Penelitian telah menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D merusak sistem kekebalan tubuh.
Beberapa penelitian menemukan bahwa suplemen vitamin D dapat mengurangi risiko infeksi virus pernapasan.
Tetapi infeksi itu bukan Covid-19 dan hingga kini belum diketahui manfaat dari mengonsumsi vitamin D dengan dosis tinggi.
Penelitian sedang dilakukan untuk melihat apakah suplementasi dengan D akan berpengaruh. Tapi saat ini para ahli memperingatkan untuk berhati-hati dalam mengonsumsi vitamin D.
Baca juga: Tak Melulu Jadi Sehat, Ini Bahaya Konsumsi Vitamin Terlalu Banyak
Hal buruk bisa terjadi jika terlalu banyak mengonsumsi vitamin D. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:
Dosis harian vitamin D yang disarankan untuk orang di atas 4 tahun adalah 600 IU/hari di AS. Sedangkan di atas 70 tahun di AS dosisnya mencapai 800 IU/hari.
Sementara itu di Inggris, jumlah yang disarankan adalah 400 IU/hari.
National Health Service Inggris menjelaskan dalam lamannya bahwa tidak ada bukti bahwa mengonsumsi vitamin D dapat mengurangi risiko virus corona.
Baca juga: Obesitas dan Tingginya Angka Kematian akibat Virus Corona di AS...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.