Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Editor's Letter untuk Hidup Berdamai dengan Covid-19

Kompas.com - 11/05/2020, 10:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perilaku kita "terpaksa" berubah karena anjuran bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribada di rumah sejak 15 Maret 2020. Pekan-pekan ini adalah saat yang menentukan untuk ujian perubahan perilaku kita menyikapi Covid-19.

Kesadaran kita untuk berubah karena nyatanya ancaman bisa menjadi motivasi tambahan dan mempercepat pembentukan perilaku baru.

Apa perilaku atau kebiasaan baru hasil bentukan selama dua bulan terakhir selain berkemeja rapi tetapi pakai celana pendek untuk meeting rutin? Rajin cuci tangan dengan sabun dan air mengalir pasti.

Menerapkan etika bersin atau batuk, memakai masker saat beraktivitas keluar rumah dan menjaga jarak saat berada di tempat publik semoga juga jadi kebiasaan barumu. Tidak hanya baik untuk dirimu, kebiasaan baru ini baik juga untuk orang lain.

Dengan kesadaran terbentuknya kebiasaan baru ini, beberapa aktivitas yang semula dihentikan, minggu lalu dilonggarkan. Semua moda transportasi kembali beroperasi meskipun larangan mudik tetap diberlakukan dan ditegakkan aturannya.

Menteri Peruhubungan Budi Karya Sumadi yang baru sembuh dari Covid-19 mengemukakan hal ini.

Menyikapi bingung

Untuk operator dan beberapa kalangan, kebijakan ini membingungkan. Namun, inilah kenyataan yang kita hadapi. Tidak kali ini saja kita dibuat bingung. Bingung akan lebih kerap menghampiri kita karena ketidakpastian panjang dan perubahan yang kerap tidak terduga karena Covid-19.

Tidak hanya soal data jumlah pasien Covid-19 yang membuat para peneliti dan kita bingung memetakan kapan puncak pandemi. Soal perbedaan istilah mudik dan pulang kampung pun, kita dibuat bingung. Hidup dalam situasi kebingungan karena ketidakpastian tampaknya akan menjadi normal baru kita juga.

Lalu, bagaimana kita menyikapi semua ini? Orang bijak mengatakan, kita perlu lebih banyak hening sebelum merespons situasi di harapan kita yang mungkin membingungkan. Keheningan akan membantu meredakan bingung.

Namun, apa anjuran pemerintah yang menguasai semua sumber daya untuk merespons situasi ini? Pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengajak kita berdamai dengan Covid-19 sampai vaksin ditemukan.

Kapan vaksin ditemukan, belum ada jawaban yang meyakinkan. Rentang waktu rata-rata antara yang optimistis dan pesimistis adalah dua tahun. WHO sebagai otoritas yang berwenang mengatakan vaksin tak akan tersedia sampai April 2021. Masih panjang kan?

Lalu apa itu berdamai dengan Covid-19? Pertanyaan ini tidak khas untuk Indonesia, tetapi seluruh dunia juga.

Negara-negara yang sudah mencapai puncak pandami seperti Korea Selatan dan Thailand berupaya berdamai dengan Covid-19. Sejumlah aturan yang semula ketat dilonggarkan dengan penerapan protokol kesehatan secara disiplin.

Di Eropa, negara-negara di luar Inggris menerapkan pelonggaran aturan untuk berdamai dengan Covid-19. Di Swedia, tanggung jawab diserahkan kepada masing-masing orang dewasa untuk bersikap dewasa, tidak menyebarkan kepanikan dan rumor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com