Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Didi Kempot "Mendamaikan" Campursari dan Pop

Kompas.com - 05/05/2020, 14:28 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang pemuda berambut sepunggung mengantarkan gadisnya di Stasiun Balapan, Solo, Jawa Tengah.

Ketika kereta bergerak, si pemuda berlari-lari mengejar, seperti adegan film drama murahan. Satu bocah tukang koran berlari di belakang si pemuda untuk bisa ikut tersorot kamera sambil tertawa.

Itulah adegan video klip "Solo Balapan" oleh penyanyi Didi Kempot, yang albumnya meledak di Jawa Tengah akhir tahun '90-an.

Baca juga: Ojo Mudik hingga Ora Biso Mulih, Lagu Didi Kempot Tentang Virus Corona

Pop Jawa hingga campursari

Musik seperti dicipta dan dibawakan oleh Didi Kempot itu ada yang menyebut "pop Jawa", ada pula yang menyebutnya "campursari".

"Saya kalau dengerin lagu pop Barat itu rasanya kok enak. Enggak ada salahnya saya bikin lagu Jawa, tapi saya masukin pop," kata Didi dalam sebuah wawancara dikutip dari harian Kompas, 18 Agustus 2002.

Menurut Didi, hal inilah yang membuat campursari istimewa.

Baca juga: Kreativitas Didi Kempot dan Pelajaran Filsafat Eksistensi

Campursari versi Didi Kempot pernah dianggap sebagai barang aneh oleh juragan kaset yang dimanja dengan larisnya musik pop atau dangdut.

Modal Rp 6 juta

Pada tahun 1997, dengan modal sekitar Rp 6 juta, Didi merintis dengan merekam album yang diproduseri sendiri.

"Saya edarkan kaset naik sepeda motor berboncengan dengan kawan. Saya duduk mekangkang memangku kaset ke toko-toko di Cepu, Ngawi, Bojonegoro, Magetan. Tapi, sampai tiga bulan pertama, kasetnya retur terus, ora payu, tidak laku," jelas dia.

Baca juga: Didi Kempot dan Perayaan 30 Tahun Kariernya di Dunia Musik Indonesia

Didi akhirnya bertemu produser yang bersedia membuat dan mengedarkan kaset berikut VCD. Didi dibayar flat sekitar Rp 30 juta.

VCD yang antara lain berisi lagu "Stasiun Balapan" itulah yang memopulerkan nama Didi Kempot ke blantika musik Indonesia.

Mewakili keresahan masyarakat

Lagu-lagu Didi juga terasa akrab pada pengguna bahasa Jawa karena menggunakan cara ngoko yang lebih egaliter.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com