Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2020, 14:38 WIB

KOMPAS.com - Hari ini 14 tahun yang lalu, tepatnya pada 30 April 2006, sastrawan Pramoedya Ananta Toer meninggal dunia karena komplikasi.

Harian Kompas, Senin (1/5/2006) menggambarkan saat-saat menjelang kematian pria yang akrab dipanggil Pram tersebut.

SMS bertebaran sejak Sabtu (29/4/2006) malam di masyarakat mengabarkan Pram sudah meninggal.

Baca juga: Pram dan Pulau Buru, Tempat Lahirnya Bumi Manusia

Tapi kabar tersebut dibantah beberapa orang termasuk wartawan dengan mengatakan Pram masih kritis.

Saat keranda diangkat menuju ambulans sekitar pukul 13.00, tidak disangka lagu Internasionale dan Darah Juang berkumandang di tengah ratusan pelayat yang berdempetan di gang sempit Jalan Multikarya II/26, Utan Kayu, Jakarta Timur.

Lagu yang pertama dinyanyikan adalah sajak seorang buruh anggota Komune Paris (1871), Eugene Pottier.

Sementara itu lagu kedua merupakan lagu perjuangan mahasiswa Indonesia yang lahir di zaman reformasi menjelang jatuhnya Orde Baru, 1997-1998.

Keluarga besar Pramoedya Ananta Toer yang terdiri dari 8 anak, 16 cucu, dan 2 cicit semuanya berkumpul. Istrinya, Ny Maemunah, ada di sana.

Minggu (30/4/2006) pukul 09.15 WIB, Pramoedya Ananta Toer meninggal dunia setelah sebelumnya jatuh di rumah Bojong Gede dan sesak napas.

Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak.

Baca juga: Pram, Bumi Manusia dan Budaya Feodalisme

Karier dari juru ketik

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang dipenjara di Pulau Buru sekitar tahun 1977, menyelesaikan karya-karyanya dengan sebuah mesin tik tua. KOMPAS/SINDHUNATA Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang dipenjara di Pulau Buru sekitar tahun 1977, menyelesaikan karya-karyanya dengan sebuah mesin tik tua.

Diberitakan Kompas.com (15/8/2018), Pram diketahui lahir di Blora, Jawa Tengah pada 6 Februari 1925.

Ia memulai kariernya sebagai juru ketik di kantor berita Jepang, Domei pada 1942.

Di samping menulis, Pramoedya juga pernah bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Pada 1965 ia ditangkap pemerintah Orde Baru atas keterlibatannya di Lembaga Kebudayaan Jakarta (Lekra). Lekra dianggap terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pram ditahan di Pulau Buru selama 14 tahun. Di sana, ia menulis Tetralogi Buru, Arus Balik, Arok Dedes, dan beberapa karya lainnya.

Pemeritah Orde Baru membebaskan Pramoedya pada 1979 namun menjadikannya tahanan kota. 

Baca juga: Mengenang 25 Tahun Kepergian Nike Ardila, seperti Apa Perjalanan Hidupnya?

Perjalanan Pram

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer dibebaskan di SemarangANTARA Sastrawan Pramoedya Ananta Toer dibebaskan di Semarang

Dikutip Harian Kompas, Kamis (4/5/2006), sekitar akhir Oktober 1999, Pram diundang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ke Wisma Negara tak lama setelah Gud Dur terpilih menjadi presiden keempat RI.

Kehadirannya untuk mendiskusikan konsep "Indonesia sebagai negara maritim" yang sering dilontarkan Pram.

Padahal sebelumnya, orang-orang seperti Pram kerap dibungkam karena mereka terlibat dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi di bawah payung Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pram dikenal sebagai penulis atau sastrawan. Sudah banyak novelnya yang beredar.

Baca juga: Bumi Manusia dan Coretan Pram di Era Kolonialisme

Karyanya tak hanya dibaca di dalam negeri. Para mahasiswa di Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Korea Selatan, dan beberapa negara lain akrab dengan karya-karya Pram.

Sayangnya mereka hanya bisa menikmati karya-karya awalnya seperti dua cerpen dalam antologi Gema Tanah Air serta Prosa dan Puisi susunan HB Jassin.

Tapi pada cetakan terakhir, mereka tak lagi bisa menikmatinya karena telah disensor.

Baca juga: Mengenang 24 Tahun Kepergian Ibu Tien Soeharto, seperti Apa Perjalanan Hidupnya?

Pelarangan buku Pram

Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.KOMPAS.com/ HERU MARGIANTO Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Tak hanya itu, banyak karyanya di dalam negeri juga dilarang beredar.

Pada 8 Juni 1988, novel terakhir dari tetralogi karya Pulau Buru yaitu Rumah Kaca dilarang beredar oleh Jaksa Agung Sukarton.

Lalu 56 hari berikutnya, 3 Agustus 1988, hal yang sama berlaku untuk novel Gadis Pantai.

Pada 19 April 1995, Jaksa Agung Singgih melarang peredaran buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, memoar-memoar Pram selama diasingkan di Pulau Buru.

Jangankan karya-karyanya, selama rezim Orde Baru, informasi tentang dirinya dan tentang karya-karyanya saja sulit diperoleh.

Dalam buku-buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia selama rezim Orde Baru, informasi tentang Pram dan karya-karyanya lebih sukar lagi ditemukan. Hampir semua buku ajar menggelapkannya.

Sayangnya, hingga akhir hayatnya, 29 April 2006, pelarangan atas buku-buku Pram belum juga secara resmi dicabut Pemerintah Indonesia.

Pangkal semua itu adalah masa lalu Pram. Dia aktif bergiat di Lekra dan sangat aktif menyerang para sastrawan penganut paham humanisme universal, terutama penanda tangan Manifes Kebudayaan.

Baca juga: Mengenang Kurt Cobain, Ikon Musik Rock Modern

Prestasinya

Sastrawan, Pramoedya Ananta ToerKOMPAS/LASTI KURNIA Sastrawan, Pramoedya Ananta Toer

Pram terpilih sebagai salah seorang penerima Freedom to Write Award yang diadakan PEN America Center. Tapi saat penghargaan itu akan diberikan pada 27 April 1988, Pram tak dapat hadir.

Pada 19 Juli 1995, Yayasan Penghargaan Ramon Magsaysay menetapkannya sebagai orang ke-10 Indonesia yang pantas menerima Ramon Magsaysay Award.

Tapi penghargaan tersebut diterimanya secara in absentia lantaran dirinya dilarang bepergian ke luar negeri oleh rezim saat itu.

Karya-karya Pram dikenal berkualitas dan layak dibaca oleh masyarakat.

Ia telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa

Menurut Peminat Sastra Iwan Gunadi, keseriusan Pram dalam meriset sebelum menulis karya sastra pantas menjadi teladan bagi para penulis karya sastra masa kini.

Baca juga: Mengenang Lukman Niode, Legenda Renang Indonesia yang Meninggal karena Covid-19

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com