ISU mafia alat kesehatan tiba-tiba menjadi sorotan di tengah hiruk-pikuk pemberitaan tentang pandemi Covid-19.
Menteri BUMN, Erick Thohir, melalui akun Instagram-nya, Kamis (16/4/2020), menyebut soal keberadaan mafia yang membuat Indonesia selalu bergantung pada impor dalam memenuhi kebutuhan alat kesehatan (alkes) dan bahan baku obat-obatan.
Menurut Erick, para mafia dan trader membuat Indonesia terjebak pada kepentingan jangka pendek tanpa keinginan untuk membangun industri dalam negeri.
“Kita harus lawan dan Pak Jokowi punya keberpihakan itu,” ujar Erick.
Baca juga: Erick Thohir: Ada Mafia Besar yang Buat Bangsa Kita Sibuk Impor Alkes
Keberadaan mafia bukan lah kabar mengejutkan. Praktik mafia bukan pula cerita baru di Indonesia.
Kabar tentang permainan dan sepak terjang mafia sering kita dengar di berbagai sektor. Mulai dari mafia hukum dan peradilan, mafia energi atau BBM, hingga mafia pangan dan komoditas. Kini, giliran mafia alat kesehatan jadi sorotan.
Yang mungkin jadi kejutan adalah masih ada menteri yang berani bersuara lantang melawan mafia.
Di sektor perekonomian, kegiatan impor dikenal sebagai area bermain para mafia. Gurihnya permainan impor membuat para mafia berupaya dengan segala kemampuannya agar keran impor terus dibuka sebesar-besarnya. Sepak terjang mereka merambah ke mana-mana.
Demi kepentingan pundi-pundinya, para mafia membuat negara terjebak dan terlena dalam ketergantungan impor. Para pengambil kebijakan dipengaruhi agar berorientasi jangka pendek.
Dengan pengaruh itu pula, segudang hambatan diciptakan bagi potensi produk dalam negeri.
Meskipun keberadaan mafia bisa tercium, namun membuktikan dan membongkarnya bukan perkara gampang. Banyak pihak yang “kecipratan”.
Apalagi, praktik-praktik mafia selalu ditenggarai punya “kekuatan besar” di belakangnya.
Jika kebutuhan dalam negeri atas satu jenis barang atau komoditas tertentu selalu dipenuhi produk impor, sementara terdapat potensi produksi dalam negeri dengan kualitas dan kuantitas yang sama, dugaan adanya praktik mafia impor menjadi beralasan.
Lalu, bagaimana dengan alat kesehatan?
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2018, permintaan alat kesehatan per tahun mencapai Rp 24 triliun.