PADA suasana Paskah, ketika semua umat Kristen berdoa di rumah ataupun bekerja di garda depan berbagai rumah sakit, saya teringat kembali dua pertemuan penting yang memberi renungan pada pembebasan dan perawatan bumi.
Pertama adalah pertemuan saya bersama lebih dari 100 seniman dunia dengan Paus Benecditus XVI di kapel Sistine Vatikan, 21 november 2009. Itu adalah pertemuan memperingati surat untuk para seniman dari Paus Yohanes Paulus II
Kedua adalah pertemuan dengan Master Cheng Yen pada 2008. Master Cheng adalah bikuni terkemuka Budha di Taiwan yang memimpin Tzu Chi Foundation.
Kerja kemanusiaan Master Cheng menjadikannya meraih penghargaan Magsaysay Award (1991) , penghargaan kedua tokoh paling berpengaruh Taiwan (2003) hingga Asian American Heritage untuk pelayanan kemanusiaan (2004).
“Seni bukanlah kebutuhan ketiga. Ia kebutuhan utama seperti makan dan pengetahuan. Lewat keindahan seni manusia menemukan harapan membentuk keindahan hidup dalam pembebasan dengan menemukan kemanusiaan terkecil di tengah zaman yang memuja kekuasaan, kekerasan, dan ekonomi."
Ringkasan khotbah Paus Benecditus di depan lebih 100 seniman dunia, antara lain Andre Bocelli, Bill Viola (artis video art terkemuka), Zaha Haded (arsitek Iran) hingga David Chipperfield (arsitek Inggris) , menjadi terasa berarti.
Terlebih khotbah tersebut diucapkan di bawah atap kapel Sistine yang dipenuhi lukisan Michelangelo. Lukisan tentang derita dan kebangkitan kemanusiaan, lukisan yang memberi renungan dan inspirasi kerja kemanusiaan yang tidak mati di telan zaman.
Selanjutnya, dalam perjalanan atas undangan museum- museum Amerika, saya teringat ucapan salah satu direkturnya, bahwa mengajak anak-anak melihat lukisan, tari hingga teater, bukanlah hanya untuk menjadikan anak-anak sebagai seniman, tetapi merasakan hal-hal kecil kemanusiaan dalam unsur kehidupan.
Catatan di atas terasa sangat berarti ketika kemanusiaan terkecil tertantang dihidupkan menghadapi pandemi Corona yang menuntut kerja pembebasan.
“Orang kaya Indonesia banyak mengambil alam, namun kurang menanam dan merawat.“
Inilah ucapan Master Cheng Yen dalam obrolan dengam Penulis di Taiwan.
Pertemuan dengan Master Cheng dimulai ketika beberapa orang dari Tzu Chi meminta penulis bertemu dengan Master Cheng dan mengobrol situasi multikultur Indonesia.
Pertemuan berjalan lebih 30 menit dan dilanjutkan mengunjungi pelayanan kemanusiaan berfokus kesehatan, pendidikan dan komunikasi lewat Rumah sakit, Universitas dan stasiun TV.
Ucapan Master Cheng tentang menanam dan merawat serta fokus kesehatan, pendidikan, komunikasi kemanusiaan, terasa menjadi sangat berharga di saat ini.
Ketika komunikasi dimedia sosial sering dipenuhi hoaks dan saling menyerang tanpa etika kebajikan dan pengetahuan, sementara kesehatan menjadi nilai mahal di tengah alam yang menjadi sakit.
Agaknya di situasi seperti ini, ucapan Paus Benedictus dan Master Cheng mengingatkan bangsa ini untuk menggalang kerja kemanusiaan dan merawat alam yang semakin sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.