Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenazah Perawat RSUP dr Kariadi Semarang Ditolak Warga, Perawat Kenakan Pita Hitam

Kompas.com - 10/04/2020, 16:45 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Meninggalnya seorang perawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang, yang jenazahnya sempat ditolak saat akan dimakamkan, menjadi keprihatinan perawat di Jawa Tengah.

Mereka kemudian melakukan aksi solidaritas keprihatinan dengan mengenakan pita hitam di lengan kanan.

Sejumlah perawat juga mengunggah hal tersebut di sejumlah media sosial.

Saat dikonfirmasi, Rohman Azzam, Ketua Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( DPP PPNI) membenarkan adanya aksi tersebut

“Pita hitam adalah sikap solidaritas yang menunjukkan duka mendalam atas wafatnya sejawat kami, perawat RSUP dr. Kariadi Semarang khususnya, yang diperlakukan secara berlebihan oleh oknum masyarakat dengan menolak pemakamannya di lokasi pemakaman umum,” ujar Rohman saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (10/04/2020).

Baca juga: 396 PNS Terdeteksi Covid-19, Ini Perinciannya...

Aksi dilakukan 6 hari

Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Jawa Tengah memberikan instruksi sebagai wujud aksi solidaritas keprihatinan kepada perawat yang meninggal karena virus corona

Instruksi tersebut yakni pemasangan pita hitam di lengan kanan yang akan berlangsung selama 6 hari terhitung tanggal 10 hingga 16 April 2020.

Selain penggunaan pita hitam, perawat di Jawa Tengah juga diinstruksikan agar tetap memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat.

“Kami menginstruksikan seluruh perawat di Jawa Tengah untuk tetap memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada masyarakat dengan semangat tulus dan ikhlas, mengutamakan keselamatan masyarakat sesuai dengan doktrin dan sumpah profesi perawat Indonesia di tengah keterbatasan sarana dan prasarana yang ada saat ini” kata Ketua DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah Dr. Edy Wuryanto dalam instruksi tertulis yang juga diunggah melalui akun DPW PPNI Jawa Tengah.

Penolakan saat akan dimakamkan

Sebagaimana diketahui, perawat di RSUP dr. Kariadi yang meninggal karena positif Covid-19 tersebut sempat ditolak pemakamannya oleh sejumlah warga di dua pemakaman di daerah Ungaran, Jawa Tengah.

"Bahkan sudah dilakukan penggalian makam. Entah dari mana, tiba-tiba ada penolakan oleh sekelompok masyarakat. Padahal informasi awal dari RT setempat sudah tidak ada masalah,” kata Alexander Gunawan, Humas Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Kabupaten Semarang sebagaimana diberitakan Kompas.com (09/04/2020)

Karena ada penolakan, akhirnya jenazah dipindahkan ke makam keluarga RS Kariadi Semarang karena jenazah merupakan perawat di sana

Terkait hal tersebut, DPP PPNI Pusat sangat menyayangkan adanya stigmatisasi negatif yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap perawat RSUP dr Kariadi yang merupakan perawat garis depan dalam upaya melawan pandemi virus corona.

“Kami tegaskan bahwa jenazah almarhum NK dipastikan telah dilakukan perawatan dan pemulasan jenazah sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Jadi tidak beralasan untuk menolak, memberikan stigma negatif yang berlebihan kepada almarhum sejawat kami yang telah gugur sebagai pahlawan kemanusiaan,” ujar Harif Fadhillah, Ketua DPP PPNI Pusat dalam siaran pers yang diterima Kompas.com Jumat (10/04/2020).

Baca juga: 10 Perawat Meninggal karena Corona, PPNI Minta Stop Stigmatisasi

Lebih lanjut, PPNI juga mendesak agar pemerintah dan aparat kepolisian TNI dan POLRI untuk dapat menjaga keamanan dan keselamatan perawat dalam menjalankan tugas kemanusiaannya.

PPNI juga meminta kepada aparat untuk mengusut kejadian penolakan yang menimpa almarhum.

Jenazah pasien Covid-19 tidak perlu ditolak

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto sebelumnya mengatakan, jenazah pasien virus corona tidak berbahaya ketika dimakamkan di tempat pemakaman umum.

Hal itu karena telah dilakukan prosedur yang sesuai sebelum jenazah dimakamkan.

"Ya enggak, enggak bahaya. Kan orang tersebut sudah meninggal. Sudah dilakukan dan mengikuti prosedur yang seharusnya," ujar Yuri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/4/2020)

Koordinator Tim Respons covid-19 Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad juga mengungkapkan hal serupa.

Dia mengatakan, protokol yang diterapkan pada jenazah pasien Covid-19 adalah protokol tertinggi kesehatan di mana jenazah dimasukkan ke body bag sebelum dimasukkan ke peti jenazah yang ditutup rapat.

Selain itu, jenazah langsung dibawa ke pemakaman setelah dari rumah sakit, dan petugas mengenakan pelindung lengkap.

Pelayat juga tak diperkenankan hadir guna menghindari kerumumunan.

”Peti tidak boleh dibuka lagi dan (jenazah) harus langsung dimakamkan. Maka, tidak ada alasan untuk takut tertular. Kemungkinan tertular justru terjadi jika ada kerumunan orang, apabila memang dilakukan layat,” kata Andono sebagaimana dikutip dari Kompas.id Rabu (1/4/2020).

Baca juga: Jenazah Perawat Positif Corona di Semarang Sempat Ditolak, Fobia Warga Dianggap Berlebihan

Penularan virus corona

Andono melanjutkan, virus ditularkan melalui cairan atau droplet, sehingga tidak memungkinkan ada cipratan dari jenazah yang sudah ditutup rapat.

Lebih lanjut pihaknya juga menerangkan virus memerlukan inang untuk bertahan hidup.

Saat manusia yang merupakan inang dari virus meninggal, maka virus juga akan ikut mati.

”Dia (virus) membutuhkan sel tubuh manusia agar tetap hidup. Kalau sudah masuk ke dalam tanah, tidak akan ada tempat hidupnya. Begitu juga di air, karena tidak ada inangnya,” kata Andono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com