Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Upaya Rumah Sakit di Eropa Saat Menangani Virus Corona...

Kompas.com - 01/04/2020, 10:04 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

"Sebenarnya, kami benar-benar hebat dalam melacak kontak di Inggris, tetapi masalahnya adalah kami tidak cukup melakukannya," ujar dokter spesialis penyakit menular di University of Exeter, dr Bharat Pankhania.

Baca juga: Update, Berikut 15 Negara yang Berlakukan Lockdown akibat Virus Corona

Sementara itu, ketika kasus-kasus mulai meningkat dengan cepat di inggris pada awal Maret, Pankhania dan lainnya dengan putus asa memohon agar pusat-pusat panggilan diubah menjadi hubungan pelacakan kontak.

Dan hal itu tidak pernah terjadi.

Pankhania menambahkan, sementara ini Inggris memiliki keahlian yang signifikan dalam merawat pasien perawatan kritis dengan masalah pernapasan, seperti pneumonia yang parah, ada yang kekurangan tempat tidur guna mengatasi lonjakan pasien secara eksponensial selama pandemi.

"Kami sudah berjalan dengan kapasitas penuh, dan di atas itu, kami memiliki kedatangan virus corona di saat kami sepenuhnnya stres dan tidak ada pemberian dalam sistem," ujarnya dalam mencatat pengurangan kapaasitas tempat tidur dalam Layanan Kesehatan Nasional Inggris.

Baca juga: Soal Cairan Disinfektan, dari Penggunaan Bilik, Lama Penyemprotan hingga Bahayanya...

Pengalaman sedikit

Di tempat lain, fakta bahwa pekerja perawat kesehatan dan sistem rumah sakit memiliki sedikit pengalaman dengan penjatahan perawatan karena rumah sakit Eropa pada umumnya memiliki sumber daya yang begitu baik di mana sekarang terbukti bermasalah.

"Bagian dari masalah adalah, dokter Italia menjadi sangat tertekan untuk membuat keputusan tentang pasien mana yang bisa mendapatkan tempat tidur ICU karena biasanya tenaga medis bisa mendorong mereka," ujar seseorang yang telah mempelajari sistem kesehatan di seluruh Eropa, Robert Dingwall, dari Nottingham Trent University.

"Tidak memiliki pengalaman triase untuk melakukan itu dalam situasi pandemi sangat luar biasa," lanjutnya.

Baca juga: Hari-hari Terburuk Italia dan Spanyol akibat Virus Corona Belum Berakhir

Penerima bantuan darurat

Dalam penyimpangan dari peran normal mereka sebagai donor yang mendanai respons wabah di negara-negara miskin, negara-negara termasuk Italia, Perancis, dan Spanyol semuanya sekarang berada di ujung penerima bantuan darurat.

Tetapi dr Chiara Lepora, yang mengepalai upaya Medecins Sans Frontieres di pusat hotspot Lodi di Italia utara, mengatakan, pandemi itu telah mengungkapkan beberapa masalah kritis di negara-negara maju.

"Wabah tidak bisa diperangi di rumah saki. Rumah sakit hanya bisa menangani konsekuensinya," kata dia.

Beberapa ahli wabah mengatakan negara-negara Eropa salah perhitungan kemampuan mereka untuk menghentikan virus corona baru.

"Tetapi saya pikir fakta bahwa ini adalah penyakit baru dan kecepatan perpindahannya mengejutkan semua orang," kata dr. Stacey Mearns dari Komite Penyelamatan Internasional.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Baca juga: Virus Corona, Korea Selatan, dan Bantuan Rp 13 Juta untuk Warganya...

Baca juga: Cegah Penyebaran Corona, Korea Utara Akan Tembak Warga China yang Melanggar Perbatasan

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Timeline Wabah Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Tren
Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com