Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra dan Dampak di Balik Rencana Pemulangan Ratusan WNI Eks ISIS...

Kompas.com - 07/02/2020, 18:10 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rencana memulangkan kembali Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah menjadi anggota kelompok radikal ISIS mendapat beragam respons di tengah masyarakat.

Menurut kepolisian, 47 dari 600 WNI eks ISIS yang rencananya dipulangkan ke Indonesia berstatus sebagai tahanan.

Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Robi Sugara mengatakan keputusan yang harus diambil oleh Pemerintah untuk menolak atau menerima ratusan WNI eks ISIS tersebut tentu tidak mudah. 

Bila menolak, maka siap-siap harus berhadapan dengan persoalan HAM selain juga berhadapan dengan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang concern pada isu-isu HAM.

"Bila menerima, Indonesia belum memiliki kesiapan secara teknis meski sudah memiliki kelembagaan dan kelengkapan instrastruktur," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (7/02/2020).

Hal ini, terangnya, belum termasuk risiko dari kuatnya ideologi ISIS untuk dilakukan rehabilitasi dan deradikalisasi.

Robi mengungkapkan, kedatangan WNI eks ISIS tersebut memiliki dampak positif dan negatif.

"Plusnya mereka bisa terdata dengan baik. Minusnya tidak ada jaminan mereka berubah ideologinya," jelasnya.

Baca juga: Soal Penusukan Wiranto, Ini Rentetan Jejak ISIS di Indonesia

Penolakan presiden bukanlah jaminan

Saat disinggung terkait penolakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memulangkan para WNI eks ISIS tersebut, menurutnya tidak ada jaminan mereka tidak bisa pulang ke Indonesia baik secara legal ataupun tidak.

Hal ini, imbuhnya, justru lebih berbahaya jika mereka pulang ke Indonesia tanpa diketahui statusnya oleh pemerintah sebagai WNI eks ISIS.

"Bila pihak sana otoritas yang menampung para pengungsi eks ISIS ini mengembalikan mereka ke negara masing-masing, apakah Indonesia bisa menolak, yang faktanya ada warganya dideportasi," kata dia.

Ia menerangkan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Pertama yakni adanya pemilahan antara mereka yang waktu bergabung dengan ISIS sebagai fighters atau hanya masyarakat biasa.

"Untuk yang masyarakat biasa, bisa diprioritaskan dengan juga memilah antara kelompok rentan dan tidak. Rentan maksudnya adalah anak-anak, perempuan dan orang tua," terangnya.

Setelah itu, mereka dapat dilakukan program rehabilitas dan deradikalisasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Real Madrid Daftar Jadi Polisi, Tak Ingin Menyerah sampai 'Juara'

Saat Real Madrid Daftar Jadi Polisi, Tak Ingin Menyerah sampai "Juara"

Tren
NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

Tren
Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com