Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhatikan Ini Saat Sumbang Makanan bagi Korban Banjir...

Kompas.com - 03/01/2020, 11:53 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagian warga Jakarta yang tempat tinggalnya terendam banjir terpaksa meninggalkan rumah untuk sementara waktu dan tinggal di pengungsian.

Warga yang tinggal di pengungsian harus menjalani hari-hari di tengah keterbatasan, termasuk soal asupan.

Meski demikian, Ahli Gizi Dr. dr. Tan Shot Yen M.Hum, mengingatkan, para pengungsi  harus tetap mengonsumsi makanan-makanan yang memenuhi kebutuhan gizi harian.

Terutama bagi bayi, balita, dan ibu menyusui.

Formula dan mie instan yang selama ini identik dengan makanan darurat di pengungsian, sebisa mungkin diminimalisasi pemberiannya kepada ibu menyusui atau balita.

"Pemda setempat wajib mendirikan posko ramah anak dan ibu menyusui," ujar dr. Tan, Rabu (1/1/2020).

Posko itu diharapkan dapat menyediakan konsumsi yang bergizi bagi ibu dan anak, tidak hanya mengandalkan makanan instan atau formula karena berisiko bagi bayi.

"Memberi (susu) formula pada bayi di saat bencana berisiko diare dan kematian," kata dr. Tan.

Baca juga: Rawan Diare Pasca-banjir, Menkes Imbau Pengungsi Biasakan Cuci Tangan

Saat kondisi darurat, anak-anak rentan terhadap penyakit, terutama diare.

Kaitannya dengan hal ini, ASI mengandung antibodi yang dapat melawan penyakit, termasuk diare pada anak.

Selain itu, pemberian ASI lebih terjamin karena bersumber langsung dari Ibu.

Oleh karena itu, asupan gizi pada ibu menyusui juga harus diperhatikan agar menghasilkan ASI yang berkualitas.

Sementara, untuk baduta yang sudah mengonsumsi makanan pendamping ASI, sebisa mungkin mendapatkan jenis makanan yang sesuai dengan usia dan kemampuannya.

Panduan pemberian makanan bayi usia 0-24 bulan di kondisi normal maupun bencana.Dok. dr. Tan Shot Yen Panduan pemberian makanan bayi usia 0-24 bulan di kondisi normal maupun bencana.

Misalnya, bayi usia 6-9 bulan mengonsumsi makanan lembut yang disaring; 9-12 bulan makanan yang dicincang-cincang atau iris-iris, dan 12-24 makanan yang dimasak seperti biasa layaknya dikonsumsi orang dewasa.

"Makanan bayi dan anak tidak bisa disamapersiskan seperti dewasa," ujar dr. Tan.

Baca juga: Banjir Jakarta, Listrik di 322 Wilayah Jabodetabek Masih Padam

Ia menekankan, untuk menyediakan olahan ini tak repot karena bahan makanan yang dibutuhkan sama.

Perbedaan terletak pada cara pengolahan.

Dr Tan menyebutkan, bukan hal yang sulit untuk memenuhi bahan makanan bergizi, meski berada di pengungsian.

"Ada telur, tempe, nasi. Sama-sama dimasak kan? Lebih aman pula. ASI, kan selalu ada di ibunya? Soal makanan bayi, kan bahannya sama dengan orang dewasa," kata dia.

Edukasi bagi donatur

Hal yang lebih sulit dilakukan daripada menyediakan makanan bergizi di tengah situasi bencana adalah mengedukasi mereka yang berdonasi.

Tan menilai, yang selama ini masih terjadi di masyarakat, menyumbang sekadar menyumbang tanpa mempedulikan efek bagi mereka yang menerima bantuannya.

"Yang repot, penyumbang kita kan enggak mau tahu. 'Pokoknya gue udah nyumbang!'" ujar dr. Tan.

Padahal, menurut dia, ada yang lebih penting dari sekadar memberikan sejumlah bantuan dalam bentuk sumbangan, yakni mengenai manfaat barang dan jasa yang diberikan bagi mereka yang membutuhkan.

Baca juga: Cerita soal Banjir Jakarta, dari Rebutan Sampah hingga Evakuasi Tahanan KPK

"Menyumbang, menolong orang, adalah untuk kepentingan yang mau diberi. Bukan 'mengobati rasa bersalah' yang mau nyumbang, jadi akhirnya 'asal berkontribusi'. Dan kontribusi kita justru membawa petaka masa depan ketimbang manfaat," lanjut dia.

Misalnya, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) yang memberikan bantuan Makanan Pendamping ASI (MPASI) berupa Bubur Manado untuk sebagian korban banjir yang ada di Cililitan.

Bubur yang dikemas dalam wadah ini sangat memudahkan para ibu yang memiliki anak berusia di bawah 2 tahun untuk memberikan makanan bergizi di pengungsian.

"Ini yang namanya nyumbang. Bangga maksimal dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. Jadi ibu-ibu tinggal menyuapkan ke bayinya, enggak usah bikin-bikin dengan air panas dan lain-lain dengan risiko diare," ujar dr Tan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com